JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan menilai, pernyataan Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto terkait bantahan atas keterlibatan Puan Maharani dan Pramono Anung dalam kasus dugaan korupsi e-KTP mengganggu penjajakan koalisi kedua partai.
Syarief mengatakan, pernyataan yang dimaksud adalah tudingan bahwa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) turut bertanggung jawab atas terjadinya korupsi di pemerintahannya, salah satunya proyek e-KTP.
"Ya kalau dibilang mengganggu ya sangat mengganggu (penjajakan koalisi). Sebenarnya kan persoalannya bukan dari situ. Permasalahannya karena nama-nama kader PDI-P kan disebut-sebut. Jadi kalau sementara yang disalahkan pemerintahan kami (SBY), lho kok gitu," kata Syarief saat dihubungi, Jumat (23/3/2018).
Baca juga: PDI-P Sebut Korupsi E-KTP Tanggung Jawab Pemerintahan SBY, Ini Tanggapan Demokrat
Ia menegaskan, tak ada yang salah dengan proyek e-KTP karena sudah sesuai dengan Undang-Undang No 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan.
Oleh karena itu, jika terjadi korupsi dalam pelaksanaannya, Syarief meminta Hasto tak menyalahkan pemerintahan Presiden SBY karena pihak yang mengorupsi anggarannya bisa berasal dari partai manapun.
Ia juga mengingatkan Hasto agar fokus pada pengusutan dua nama kader PDI-P yang disebut terdakwa korupsi e-KTP, Setya Novanto.
"Kita kan harus saling menghargai. Koalisi itu harus saling menghargai. Jadi seharusnya kalau memang disebut-sebut namanya, ya diusut aja tuntas. Kalau terbukti diproses hukum. Kalau tidak terbukti ya direhabilitasi namanya. Kan begitu," lanjut Syarief.
Baca juga: Bantah Novanto, PDI-P Klaim Puan dan Pramono Tak Terima Uang E-KTP
Sebelumnya, dalam bantahannya terkait penyebutan nama Puan dan Pram pada kasus e-KTP, Hasto mengatakan, saat proyek itu dijalankan, PDI-P sebagai oposisi tidak memiliki menteri di pemerintahan sehingga tidak ikut mendesain.
Oleh karena itu, ia merasa saat ini seolah ada upaya menyudutkan PDI-P melalui kasus tersebut.
PDI-P, lanjut Hasto, berpendapat bahwa Menteri Dalam Negeri saat Itu, Gamawan Fauzi, seharusnya memberikan jawaban secara gamblang terkait akar persoalan korupsi e-KTP.
“Itu bagian tanggung jawab moral politik kepada rakyat. Mengapa? Sebab pemerintahan tersebut pada awal kampanyenya menjanjikan 'katakan TIDAK pada korupsi', dan hasilnya begitu banyak kasus korupsi yang terjadi," papar Hasto.
"Tentu rakyatlah yang akan menilai akar dari persoalan korupsi tersebut, termasuk e-KTP," lanjut dia.