JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Badan Pekerja Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Yati Andriyani menegaskan, sikap Arab Saudi yang telah mengeksekusi mati tenaga kerja Indonesia bernama Zaini Misrin tanpa pemberitahuan kepada Pemerintah Indonesia, telah melanggar hak asasi manusia.
"Yang namanya hukum mati itu pasti melanggar hak asasi manusia, karena haknya melekat dan tidak boleh dibatasi dalam situasi apa pun," kata Yati di Kantor Kontras, Jakarta, Senin (19/3/2018).
Kedua, menurut Yati, dalam kasus ini ada peradilan yang tidak adil. Sebab, Zaini dieksekusi tanpa ada pemberitahuan diplomatik ke Pemerintah Indonesia. Oleh karena itu ia setuju dengan sikap pemerintah yang meminta klarifikasi lebih lanjut kepada pihak Arab Saudi.
"Saya kira pemerintah sudah melakukan tidankan tepat, melakukan semacam evaluasi terhadap kebijakan Pemerintah Arab Saudi. Harus ada pernyataan keras dari pemerintah," kata Yati.
(Baca juga: Arab Saudi Eksekusi Mati Seorang TKI Tanpa Pemberitahuan Resmi)
Yati melihat hak sipil Zaini juga tercoreng dikarenakan eksekusi mati dilakukan tanpa menyampaikan pemberitahuan kepada keluarga yang bersangkutan.
"Yang namanya terpidana mati, eksekusi terhadap seseorang harus disampaikan dulu ke keluarga dan ke pemerintah. Apalagi kalau ini diduga ada rekayasa," kata dia.
Menurut Yati, Pemerintah Indonesia memiliki posisi yang kuat dalam dunia internasional. Sehingga, kata dia, pemerintah bisa menyuarakan kepentingan perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia melalui forum-forum internasional.
Sebelumnya Ketua Pusat Studi Migrasi Anis Hidayah juga mengatakan, para aktivis buruh migran juga menyayangkan proses hukum terhadap Zaini yang jauh dari prinsip transparan dan keadilan.
Misalnya, Zaini dipaksa mengaku membunuh majikannya oleh otoritas Arab Saudi melalui serangkaian tindakan tekanan dan intimidasi.
(Baca juga: Pasca-Eksekusi Mati TKI, Indonesia Ditantang Pulangkan Dubes Arab Saudi)
Saat vonis eksekusi mati dijatuhkan oleh otoritas Saudi, Zaini tak didampingi penerjemah yang netral dan imparsial. Hal ini membuat Zaini sebagai terdakwa tidak mengetahui apa yang terjadi pada dirinya sehingga tidak dapat membela diri.
Menurut pengakuan Zaini, ia baru mendapatkan akses komunikasi dengan KJRI Jeddah pada November 2008, setelah vonis hukuman mati dijatuhkan.
"Berdasarkan pembacaan atas proses pemeriksaan hingga peradilan yang memvonis mati hingga proses eksekusi mati terhadap Misrin ditemukan beberapa kejanggalan dan ketidakadilan hukum serta pengabaian pada prinsip fair trialserta pengabaian pada hak terdakwa yang menghadapi ancaman hukuman maksimal," ujar Anis.
Para aktivis mendesak Pemerintah Indonesia mengambil langkah diplomasi yang tegas terhadap Pemerintah Arab Saudi agar peristiwa serupa tidak terulang di kemudian hari.