Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peta Koalisi Pilpres 2019 dan Kemiripannya dengan Pilkada DKI...

Kompas.com - 09/03/2018, 08:09 WIB
Ihsanuddin,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peta koalisi partai politik untuk Pemilihan Presiden 2019 perlahan-lahan mulai terlihat, beberapa bulan sebelum pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden pada Agustus mendatang.

Meski semuanya masih bisa berubah sampai ada pendaftaran di Komisi Pemilihan Umum, namun setidaknya sudah ada peta koalisi yang mengarah kepada tiga poros.

Poros Jokowi

Pertama, adalah poros koalisi pendukung Presiden Joko Widodo sebagai petahana. Lima partai politik sudah mendeklarasikan secara resmi dukungan ke Jokowi, yakni PDI-P, Partai Golkar, Partai Nasdem, PPP, dan Partai Hanura.

Sejak Pilpres 2014 lalu, PDI-P, Nasdem, dan Hanura sudah menjadi pendukung Jokowi yang berpasangan dengan Jusuf Kalla.

Sementara, PPP dan Partai Golkar baru bergabung ke pemerintah belakangan, setelah kedua parpol tersebut dilanda dualisme kepemimpinan.

Presiden Joko Widodo (kedua kiri), Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri (kedua kanan), Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan yang juga kader PDI-P Puan Maharani (kiri) dan Panitia Pengarah Rakernas PDI-P Prananda Prabowo, bersama para kader PDIP lainnya mengacungkan simbol metal dengan ketiga jarinya seusai pembukaan Rakernas III PDI-P di Sanur, Bali, Jumat (23/2/2018). Dalam rakernas tersebut telah diputuskan untuk mencalonkan kembali Joko Widodo sebagai calon presiden 2019-2024.POOL/DOK. PDI-P Presiden Joko Widodo (kedua kiri), Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri (kedua kanan), Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan yang juga kader PDI-P Puan Maharani (kiri) dan Panitia Pengarah Rakernas PDI-P Prananda Prabowo, bersama para kader PDIP lainnya mengacungkan simbol metal dengan ketiga jarinya seusai pembukaan Rakernas III PDI-P di Sanur, Bali, Jumat (23/2/2018). Dalam rakernas tersebut telah diputuskan untuk mencalonkan kembali Joko Widodo sebagai calon presiden 2019-2024.
Jika ditotal, koalisi Jokowi adalah yang paling gemuk dengan mengantongi 290 kursi atau 51,77 persen. Jumlah itu sudah jauh lebih cukup dari syarat ambang batas yang ditentukan dalam Undang-Undang Pemilu yang hanya 20 persen kursi DPR.

(Baca juga: Golkar Harap Wacana Poros Ketiga Tak Ganggu Kekompakan Koalisi Jokowi)

Poros Prabowo

Poros kedua yakni Partai Gerindra dan PKS. Kedua partai politik ini sejak awal pemerintahan Jokowi menyatakan diri sebagai oposisi dan masih konsisten hingga saat ini.

Hubungan kedua parpol semakin dekat setelah berkoalisi di sejumlah pemilihan kepala daerah, termasuk Pilkada DKI Jakarta 2017 yang berhasil dimenangkan.

Lalu pada Kamis (8/3/2018) kemarin, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon sudah memastikan bahwa Partai Gerindra akan berkoalisi dengan PKS di Pilpres 2019.

"Dengan PKS kami sudah firm," kata Fadli.

Pernyataan Fadli diamini oleh Wakil Sekjen PKS Mardani Ali Sera.

"Insya Allah," jawab Mardani saat dikonfirmasi secara terpisah.

(Baca juga: Gerindra Tak Masalah jika Muncul Poros Baru Penantang Jokowi dan Prabowo)

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto ketika ditemui saat perayaan HUT Partai Gerindra ke-10 di kantor DPP Partai Gerindra, Ragunan, Jakarta, Sabtu (10/2/2018).KOMPAS.com/ MOH NADLIR Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto ketika ditemui saat perayaan HUT Partai Gerindra ke-10 di kantor DPP Partai Gerindra, Ragunan, Jakarta, Sabtu (10/2/2018).
Fadli memastikan, Partai Gerindra masih solid untuk memajukan ketua umumnya, Prabowo Subianto sebagai calon presiden. Sementara untuk wakilnya akan dibicarakan bersama-sama PKS sebagai rekan koalisi.

"Capresnya Pak Prabowo. Cawapres, kami duduk bersama-sama," ujarnya.

PKS sendiri sebelumnya sudah mendeklarasikan sembilan tokoh partainya untuk menjadi capres atau cawapres di 2019.

Para bakal capres/cawapres jagoan PKS itu ialah Hidayat Nur Wahid, Ahmad Heryawan, Irwan Prayitno, Salim Segaf Aljufri, Sohibul Iman, Anis Matta, Tifatul Sembiring, dan Al Muzamil Yusuf dan Mardani Ali Sera.

Mardani berharap, salah satu dari sembilan nama itu bisa menjadi cawapres bagi Prabowo.

"Harapan kami (kader PKS jadi cawapres Prabowo)," ucap Mardani.

Saat ini Partai Gerindra memiliki 73 kursi dan PKS memiliki 40 kursi di parlemen. Dengan total 113 kursi, maka Prabowo telah mengantongi 20,17 persen atau memenuhi syarat ambang batas pencalonan presiden.

(Baca juga: Gerindra: Berapapun Porosnya Kami Hargai, Kami Hanya Peduli Prabowo Capres)

Poros ketiga

Poros ketiga kemungkinan terdiri dari Partai Demokrat, PKB, dan PAN. Dua partai yang disebut terakhir sebenarnya saat ini adalah pendukung pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.

PKB yang mendukung Jokowi-JK sejak Pilpres 2014 memiliki tiga kader di kabinet kerja. Sementara PAN yang bergabung belakangan punya satu kader di kabinet.

Namun, kedua parpol ini sama-sama belum mendeklarasikan dukungan ke Jokowi untuk Pilpres 2019. Bahkan, PAN kerap kali mengambil kebijakan yang berseberangan dengan pemerintah.

Kedua parpol ini juga sama-sama berambisi mengusung ketua umumnya sebagai capres atau cawapres.

Sementara, Partai Demokrat sejak awal pemerintahan Jokowi-JK, menempatkan diri sebagai partai penyeimbang. Belakangan, partai berlambang mercy ini gencar menjagokan Agus Harimurti Yudhoyono sebagai capres 2019.

Pada Kamis kemarin, ketiga elite parpol ini bertemu untuk mematangkan pembentukan poros ketiga di luar koalisi Jokowi dan Prabowo.

(Baca: Demokrat, PKB, dan PAN Bertemu Bahas Poros Ketiga)

Agus Harimurti Yudhoyono bersama Ketum Gerindra Prabowo Subianto dan Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri di KPU.Kompas.com/Rakhmat Nur Hakim Agus Harimurti Yudhoyono bersama Ketum Gerindra Prabowo Subianto dan Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri di KPU.
Dari Partai Demokrat, hadir Sekjen Hinca Pandjaitan dan Juru Bicara Imelda Sari. Dari PKB, hadir Wakil Sekjen Lukmanul Hakim dan Wakil Bendahara Umum Rasta Wiguna. Sementara, dari PAN hadir Sekjen Eddy Soeparno.

"Membahas perkembangan yang ada sambil ngobrol ringan aja, sambil ngopi, termasuk membahas gagasan poros tengah itu, poros ketiga," kata Sekjen Partai Demokrat Hinca Pandjaitan kepada Kompas.com.

Hinca mengakui, dalam pertemuan itu, Partai Demokrat menyodorkan nama AHY. Sementara, PKB dan PAN juga menyodorkan nama ketua umumnya masing-masing.

Memang belum ada kesepakatan yang diambil dari pertemuan awal tersebut. Namun, Hinca mengatakan, ketiga parpol ini setidaknya sudah satu pandangan bahwa dibutuhkan alternatif di luar Jokowi dan Prabowo.

Hinca mengatakan, kedepannya, ketiga partai ini akan menggelar pertemuan lanjutan untuk mematangkan koalisi.

"Istilahnya kalau buka radio frekuensinya sama," kata Hinca.

Hal serupa disampaikan Sekjen PAN Eddy Soeparno. Eddy menilai, dari pembicaraan tersebut, tidak menutup kemungkinan ketiga partai akan berkoalisi di Pilpres. Dengan begitu, masyarakat bisa mendapat pilihan alternatif di luar koalisi Jokowi atau Prabowo.

"Kalau bisa kita memberikan sebesar-besarnya sebanyak-banyaknya alternatif kepada pemilih," kata Eddy saat dihubungi terpisah.

Apabila digabungkan, ketiga partai ini memiliki 27,85 persen kursi di DPR.

(Baca juga: Poros Ketiga, Demokrat Tawarkan AHY ke PKB dan PAN)

Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris KOMPAS.com/Kristian Erdianto Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris
Mirip Pilkada DKI

Jika dilihat lebih jauh, peta koalisi tersebut sangat mirip dengan Pilkada DKI Jakarta 2017 yang juga terdiri dari tiga poros.

Koalisi pendukung Jokowi sebagai petahana mirip dengan pendukung pasangan petahana Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat. Pada Pilkada DKI, Ahok-Djarot mendapat dukungan dari PDI-P, Golkar, Nasdem, dan Hanura.

Hanya PPP yang mendukung Jokowi di Pilpres 2019, namun tak bergabung pada koalisi pendukung Ahok-Djarot.

Pada Pilkada DKI 2017, PPP memilih bergabung dengan tiga partai yang saat ini ada di poros ketiga, yakni Partai Demokrat, PAN dan PKB. Keempat parpol ini mendukung pasangan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni.

Terakhir, koalisi Partai Gerindra-PKS, pada Pilkada 2017 lalu mengusung pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Meski paling ramping, namun koalisi ini berhasil keluar sebagai pemenang.

Meski demikian, pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris berharap, Pilpres 2019 nanti tidak berlangsung sepanas Pilkada DKI. Justru dengan munculnya poros ketiga, ia berharap pilpres bisa berjalan lebih adem.

(Baca juga: Peneliti LIPI: Munculkan Poros di Luar Jokowi dan Prabowo Jadi Tantangan Pilpres 2019)

Sebab, publik tidak akan lagi terbelah menjadi dua kubu seperti saat Jokowi vs Prabowo pada Pilpres 2014 lalu.

"Jadi ini menghindari munculnya pembelahan politik jika hanya dua kubu atau dua poros," kata Syamsuddin.

Syamsuddin menambahkan, dengan adanya poros ketiga, maka masyarakat juga akan mendapatkan pilihan alternatif selain Jokowi dan Prabowo.

"Kalau untuk demokrasi kita jelas akan lebih baik," kata dia.

Terkait siapa yang diuntungkan dan dirugikan dengan munculnya poros ketiga ini, menurut Syamsuddin, hal itu akan sangat tergantung dengan sosok capres dan cawapres yang diusung pihak ketiga.

Menurut dia, bisa saja pasangan yang diusung poros ketiga akan mengambil suara Jokowi, namun bisa pula mengambil suara Prabowo.

"Tergantung siapa penantangnya," kata dia.

Kompas TV Partai Demokrat, PAN dan PKB menggelar pertemuan membahas Pemilihan Presiden 2019.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com