Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sidang Perdana, Hakim MK Persoalkan UU MD3 yang Tak Bernomor

Kompas.com - 08/03/2018, 17:03 WIB
Yoga Sukmana,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana uji materi Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (MD3) pada Kamis (8/3/2018).

Dalam sidang perdana ini, majelis hakim yang terdiri dari Suhartoyo, I Gede Palguna dan Saldi Isra mempersoalkan objek gugatan, yakni UU MD3 yang belum diberikan nomor.

"Ini yang menjadi persoalan karena belum ada nomornya. Kami enggak tahu nanti nomor berapa, nanti bisa salah objek," ujar Hakim MK I Gede Palguna.

"Nanti kita sudah berdiskusi banyak tiba-tiba obyeknya berbeda. Nanti kan jadi salah putusan MK itu," sambung dia.

(Baca juga : Jokowi Pertimbangkan Keluarkan Perppu untuk Batalkan Pasal Kontroverial di UU MD3)

Hakim MK Suhartoyo mengatakan, majelis hakim memberikan waktu 14 hari ke depan hingga 21 Maret 2018, agar para pemohon memperbaiki gugatannya dan mencantumkan nomor UU MD3.

Kuasa hukum salah satu pemohon Kamaruddin meminta agar majelis hakim memberikan kelonggaran waktu karena sampai hari ini, UU MD3 yang disahkan oleh DPR pada Februari lalu, memang belum belum diberikan nomor.

Hingga hari ini, UU tersebut belum ditandatangi oleh Presiden Joko Widodo.

(Baca juga : Fadli Zon: Lucu, Presiden Tak Mau Teken UU MD3...)

Meski begitu, berdasarkan ketentuan, UU tersebut tetap bisa berlaku setelah 30 hari pascadisahkan DPR, meski tidak ditandatangi oleh Presiden.

UU tersebut disahkan dalam rapat paripurna di DPR pada Senin (12/2/2018).

Namun, permintaan itu ditolak oleh Suhartoyo karena UU memberikan batas waktu perbaikan gugatan hanya 14 hari.

"Jadi kami sudah dibatasi sampai 21 Maret 2018 (berdasarkan UU). Mahkamah tidak bisa memberikan fleksibilitas lebih dari itu," kata Suhartoyo.

Sementara itu hakim MK lainnya, Saldi Isra menilai, waktu 14 hari merupakan waktu yang cukup untuk para pemohon untuk mencantumkan nomor UU MD3. Ia juga menilai para pemohon tidak perlu khawatir berlebihan.

"Logika konstitusionalnya, tanggal 14 Maret 2017 (UU MD3) akan 30 hari. Sampai 30 hari tidak ada tanda tangan, kan akan sah dan itu harus diundangkan dan akan ada nomor. Jadi waktu yang disedikan untuk perbaikan lebih dari cukup kalau sekedar untuk menunggu nomornya," kata dia.

(Baca juga : UU MD3, Kado Memprihatinkan Dua Dekade Reformasi)

Presiden Jokowi sebelumnya mempertimbangkan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk membatalkan pasal-pasal kontroversial dalam UU MD3.

"Saya sudah perintahkan untuk mengkaji apakah tandatangan atau tidak tandatangan, ataukah dengan Perppu," ujar Jokowi di sela kunjungan kerjanya di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa (6/3/2018).

Pasal-pasal dalam UU MD3 yang menuai polemik lantaran dinilai mengancam kebebasan berpendapat dan demokrasi, yakni Pasal 73 yang mengatur tentang menghadirkan seseorang dalam rapat di DPR atas bantuan aparat kepolisian.

Kemudian, Pasal 245 yang mengatur angota DPR tidak bisa dipanggil aparat hukum jika belum mendapat izin dari MKD dan izin tertulis dari Presiden.

Terakhir, yakni Pasal 122 huruf k yang mengatur kewenangan MKD menyeret siapa saja ke ranah hukum jika melakukan perbuatan yang patut diduga merendahkan martabat DPR dan anggota DPR.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com