JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo kemungkinan besar akan maju kembali sebagai calon presiden di Pemilu 2018. Namun, yang menjadi teka-teki yakni siapa calon ideal pendampingnya nanti.
Nama-nama dengan refresentasi militer, islami, atau muda sudah muncul. Namun peluang Jokowi memilih cawapresnya di luar ketiga refresentasi itu masih terbuka.
CEO Alvara Research Center Hasanuddin misalnya, kemungkinan Jokowi menggandeng ahli ekonomi bisa terjadi.
"Itu kembali kepada soal kepercayaan diri dari Pak Jokowi," ujarnya di Jakarta, Jumat (23/2/2018).
Berdasarkan survei Alvara terbaru, salah satu bidang yang mendapatkan kepuasan tidak terlalu besar yaitu bidang ekonomi. Dengan pertimbangan itu, pemimpin yang berasal dari profesional ekonom mungkin dibutuhkan.
Baca juga : Tiga Nama yang Diprediksi Bersaing Ketat Jadi Cawapres 2019
Namun, menurut Hasanuddin, Jokowi akan berani menggandeng ekonom bila memiliki kepercayaan tinggi dengan elektabilitasnya. Bila ada keraguan tentang elektablitasnya sendiri, Jokowi dinilai tetap akan memilih tokoh-tokoh yang dinilai punya masa.
Pada 2008 silam kata Hasanuddin Susilo Bambang Yudhoyono berani menggendeng Budiono sebagai Cawapresnya, dan menang Pemilu di tahun yang sama.
Padahal, kata dia, Boediono yang notabene seorang ekonom tidak memiliki masa atau kekuatan elektoral yang besar, tidak juga berafiliasi kepada partai politik.
"Namun saat itu kita tahu Pak SBY secara elektabilitas tinggi sekali. Oleh karena itu dia memilih Pak Budiono jadi tidak perlu kandidat yang bisa menaikan (suara) lagi," kata dia.
Baca juga : Ditanya Sosok dan Kriteria Cawapres, Jokowi Sebut Sudah Ada di Kepala
"Jadi memang tergantung nanti Pak Jokowi dari sisi elektablitas akan naik atau turun. Kalau dia turun, dia akan menunjuk Cawapres yang bisa menaikan suara dia (bukan ekonom),' sambung Hasanuddin.
Berdasarkan survei Alvara, sebanyak 61,9 persen responden menyatakan setuju bila Jokowi menggandeng Gatot Nurmantyo yang merupakan mantan Panglima TNI. Sisanya, 38,1 persen menyatakan tidak setuju.
Di bawah Gatot, ada nama Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. Sebanyak 59,6 persen responden menyatakan setuju pria yang kerap disapa Cak Imin itu menjadi pendamping Jokowi. Sisanya sebanyak 40,4 persen responden tidak setuju.
Saat nama Jokowi dipasangkan dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), 55,5 persen responden menyatakan setuju dan 44,5 persen menyatakan tidak setuju.
Gatot dinilai sebagai refresentasi militer, Muhaimin Iskandar refresentasi Islam, dan AHY refresentasi muda.