Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Tolak Permohonan "Justice Collaborator" Auditor BPK Ali Sadli

Kompas.com - 12/02/2018, 22:24 WIB
Abba Gabrillin,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak permohonan justice collaborator yang diajukan terdakwa Ali Sadli selaku Kepala Sub Auditorat III Auditorat Keuangan Negara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Hal itu disampaikan jaksa KPK saat membacakan surat tuntutan terhadap Ali Sadi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (12/2/2018).

"Kami berpendapat permohonan tersebut patut tidak dikabulkan," ujar jaksa KPK Dian Hamisena saat membacakan pertimbangan tuntutan.

Pada 23 Januari 2018, Ali Sadli mengajukan surat permohonan kepada KPK.

Baca juga: Auditor BPK Ali Sadli Dituntut 10 Tahun Penjara

Jaksa kemudian mempertimbangkan permohonan itu dengan syarat-syarat pengajuan justice collaborator yang diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011.

Menurut jaksa, Ali memang bukan sebagai pelaku utama dalam tindak pidana yang didakwakan kepadanya. Ali juga berterus-terang selama persidangan.

Meski demikian, jaksa menganggap hal tersebut sebagai hal yang meringankan tuntutan pidana. Menurut jaksa, hal itu saja belum cukup menguatkan permohonan justice collaborator.

Sebab, dalam persidangan Ali tidak bisa mengungkap asal pemberian uang Rp 250 juta. Keterangannya tidak dapat digunakan untuk mengungkap pelaku lainnya.

Jaksa menilai, Ali terbukti menerima suap Rp 240 juta dari pejabat Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

Baca juga: Auditor Utama BPK Dituntut 15 Tahun Penjara

Uang tersebut diduga diberikan dengan maksud agar Rochmadi Saptogiri selaku Auditor Utama BPK menentukan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Kemendes tahun anggaran 2016.

Selain suap, Ali juga dinilai terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp 9,8 miliar.

Jumlah itu lebih kecil dari jumlah penerimaan gratifikasi yang sebelumnya diduga sebesar Rp 10,5 miliar dan 80.000 dollar Amerika Serikat.

Menurut jaksa, Ali bisa membuktikan bahwa dari jumlah tersebut, sebesar Rp 1,7 miliar berasal dari pendapatan yang sah. Sedangkan sisanya merupakan gratifikasi.

Baca juga: Ekspresi Auditor Utama BPK Saat Dituntut 15 Tahun Penjara

Selain itu, menurut jaksa, uang Rp 9,8 miliar tersebut juga terbukti disamarkan oleh Ali Sadli. Dengan demikian, dakwaan pencucian uang juga terbukti pada diri Ali Sadli.

Selain tunutan pidana penjara dan denda, Ali juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 325 juta.

Apabila satu bulan setelah putusan inkrah uang belum dibayar, maka harta benda miliknya akan disita untuk dilelang.

Namun, apabila jumlah harta tidak mencukupi, akan diganti dengan pidana penjara selama 1 tahun.

Kompas TV Pengadilan Tipikor menggelar sidang lanjutan terhadap mantan auditor BPK.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com