JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan menyatakan, sebagian suap untuk Bupati Ngada Marianus Sae diberikan dengan cara transfer ke rekening.
Seperti diketahui, Marianus menerima suap dari Dirut PT Sinar 99 Permai, Wilhelmus Iwan Ulumbu terkait sejumlah proyek di Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur.
Menurut Basaria, Wilhelmus mentransfer sejumlah uang ke rekening yang dibuka atas namanya. ATM dari rekening tersebut kemudian diberikan kepada Marianus.
"WIU (Wilhelmus) membuka rekening atas namanya sejak 2011, dan memberikan ATM bank tersebut pada 2015 kepada MSA (Marianus)," kata Basaria, dalam jumpa pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (12/2/2018).
Dalam catatan sementara yang diketahui KPK, lanjut Basaria, Marianus pernah mendapatkan transfer pada Desember 2017 Rp 2 miliar ke rekening bank Wilhelmus.
Sisanya diberikan secara tunai yakni Rp 1,5 miliar pada November 2017 di Jakarta. Selanjutnya pada 16 Januari 2018 senilai Rp 400 juta di rumah bupati.
(Baca juga: Bupati Ngada Diduga Terima Rp 4,1 Miliar dari Proyek Rp 54 Miliar)
Terakhir yakni Rp 200 juta yang juga diberikan di rumah bupati pada 6 Februari 2018. Total suap untuk politisi PDI Perjuangan itu yakni Rp 4,1 miliar.
Kasus ini mirip yang terjadi pada kasus suap yang melibatkan Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub, Antonius Tonny Budiono. Tonny saat itu juga menerima suap melalui ATM.
Dalam kasus Marianus, KPK menduga modus ini dipakai agar tidak mudah untuk dideteksi penegak hukum.
"ATM ini nyaman. Kalau miliaran harus bawa koper dan mudah dideteksi. Setiap saat modus para pelaku tindak pidana korupsi pasti akan berkembang. Otomatis akan dipaksa mengikuti perkembangan," ujar Basaria.
Dalam kasus ini, Wilhelmus disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Sementara Marianus disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.