Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalam RKUHP, Penyebar Meme yang Menghina Presiden Bisa Dipidana

Kompas.com - 01/02/2018, 05:32 WIB
Kristian Erdianto,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mencantumkan jerat pidana untuk pelaku penghinaan presiden dan wakil presiden yang menggunakan sarana teknologi informasi.

Aturan ini tercantum dalam Pasal 264, berdasarkan draf RKUHP hasil rapat antara pemerintah dan DPR per 10 Januari 2018 yang didapat Kompas.com. Pasal itu menyatakan, pelaku penghinaan terhadap presiden dan wapres dengan sarana TI dapat dipidana penjara paling lama lima tahun.

Apakah pasal ini juga dapat digunakan untuk menjerat pembuat dan penyebar meme di media sosial yang dianggap menghina presiden atau wapres?

Menurut anggota Panitia Kerja Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) Taufiqulhadi, pembuat dan penyebar meme bernada satire yang menghina presiden dan wakil presiden memang bisa dijerat pidana dalam RKUHP.

(Baca juga: Pernah Dibatalkan MK, Pasal Penghinaan Presiden Muncul Lagi di RKUHP)

Terlebih, jika meme tersebut berisi konten fitnah atau informasi yang tidak benar.

"Ya (bisa dipidana). Kalau dia bilang Jokowi PKI, padahal tidak benar, itu bisa dihukum," ujar Taufiqulhadi kepada wartawan, Rabu (31/1/2018).

Menurut politisi Partai Nasdem itu, dalam RKUHP akan diperjelas definisi menghina dalam pasal tersebut.

Anggota Komisi III DPR Taufiqulhadi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (5/10/2017).KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Anggota Komisi III DPR Taufiqulhadi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (5/10/2017).
Ia menegaskan bahwa pasal penghinaan terhadap presiden bertujuan untuk menjaga martabat pemimpin negara.

"Nanti akan diperjelas apa yang dimaksud dengan menghina di pasal ini. Yang jelas pasal ini perlu untuk menjaga martabat presiden," tuturnya.

(Baca juga: Intervensi Negara Terkait Ranah Privat dalam RKUHP Dinilai Semakin Menguat)

Namun, konten yang disebarluaskan tidak bisa dikategorikan sebagai penghinaan apabila dilakukan untuk kepentingan umum, demi kebenaran dan pembelaan diri. Hal tersebut ditegaskan sebagai upaya untuk melindungi kebebasan berekspresi dalam berdemokrasi.

Sementara dalam KUHP yang lama, penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden melalui teknologi informasi tidak diatur.

Diketahui draf RKUHP saat ini masih dibahas antara DPR dan pemerintah sebelum disahkan dalam rapat paripurna 14 Februari 2018 mendatang.

Sementara itu, pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden kembali muncul dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Padahal, sebelumnya Mahkamah Konstitusi melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 pernah membatalkan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Permohonan uji materi tersebut diajukan oleh Eggi Sudjana dan Pandapotan Lubis. MK menilai Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137 KUHP bisa menimbulkan ketidakpastian hukum karena tafsirnya yang amat rentan manipulasi.

Kompas TV Kasus KTP elektronik ini memang menyita banyak perhatian, tak hanya masyarakat umum, warga net penghuni jagad maya pun, turut beraksi beragam
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Keluarga Besar Sigar Djojohadikusumo Gelar Syukuran Terpilihnya Prabowo Presiden RI di Langowan

Keluarga Besar Sigar Djojohadikusumo Gelar Syukuran Terpilihnya Prabowo Presiden RI di Langowan

Nasional
Banyak Keterlambatan, Ketepatan Penerbangan Jemaah Haji Baru 86,99 Persen

Banyak Keterlambatan, Ketepatan Penerbangan Jemaah Haji Baru 86,99 Persen

Nasional
Kemenhub Catat 48 Keterlambatan Penerbangan Jemaah Haji, Paling Banyak Garuda Indonesia

Kemenhub Catat 48 Keterlambatan Penerbangan Jemaah Haji, Paling Banyak Garuda Indonesia

Nasional
PSI: Putusan MA Tak Ada Kaitannya dengan PSI maupun Mas Kaesang

PSI: Putusan MA Tak Ada Kaitannya dengan PSI maupun Mas Kaesang

Nasional
Kunker ke Sichuan, Puan Dorong Peningkatan Kerja Sama RI-RRC

Kunker ke Sichuan, Puan Dorong Peningkatan Kerja Sama RI-RRC

Nasional
Jokowi Beri Ormas izin Usaha Tambang, PGI: Jangan Kesampingkan Tugas Utama Membina Umat

Jokowi Beri Ormas izin Usaha Tambang, PGI: Jangan Kesampingkan Tugas Utama Membina Umat

Nasional
MA Persilakan KY Dalami Putusan Batas Usia Calon Kepala Daerah

MA Persilakan KY Dalami Putusan Batas Usia Calon Kepala Daerah

Nasional
Tingkatkan Pelayanan, Pertamina Patra Niaga Integrasikan Sistem Per 1 Juni 2024

Tingkatkan Pelayanan, Pertamina Patra Niaga Integrasikan Sistem Per 1 Juni 2024

Nasional
Politik Belah Bambu, PDI-P Bantah Tudingan Projo yang Ingin Pisahkan Jokowi dan Prabowo

Politik Belah Bambu, PDI-P Bantah Tudingan Projo yang Ingin Pisahkan Jokowi dan Prabowo

Nasional
Narasi Anak Muda Maju Pilkada Usai Putusan MA Dianggap Cuma Pemanis

Narasi Anak Muda Maju Pilkada Usai Putusan MA Dianggap Cuma Pemanis

Nasional
Putusan MA Dianggap Pragmatisme Politik Jokowi demi Kaesang

Putusan MA Dianggap Pragmatisme Politik Jokowi demi Kaesang

Nasional
Prabowo Minta AS dan China Bijak supaya Tak Bawa Bencana

Prabowo Minta AS dan China Bijak supaya Tak Bawa Bencana

Nasional
Putusan MA Dianggap Semakin Menggerus Rasa Keadilan Masyarakat

Putusan MA Dianggap Semakin Menggerus Rasa Keadilan Masyarakat

Nasional
Prabowo Serukan Investigasi Komprehensif Atas Peristiwa yang Terjadi di Rafah

Prabowo Serukan Investigasi Komprehensif Atas Peristiwa yang Terjadi di Rafah

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Tahu Arah Pernyataan Wapres | Saudi Deportasi 22 WNI Palsukan Visa Haji

[POPULER NASIONAL] PDI-P Tahu Arah Pernyataan Wapres | Saudi Deportasi 22 WNI Palsukan Visa Haji

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com