Pesan implisitnya jelas, di tengah gerakan populisme agama yang membuat citra Aceh tidak semakin baik saat ini, ada genealogi pengetahuan yang tumbuh di tanah Serambi Mekkah.
Gerakan intelektual itu sebenarnya tetap bermagma, meskipun wajah Aceh saat ini lebih lekat dengan purdah politik dan agama yang primordial dan sektarian.
Malam itu saya beranikan bertanya, kenapa Daoed Joesoef muda yang terkenal “sekuler dan rasional”, pada masa tuanya malah memproduksi tulisan religius, termasuk tafsir Al Quran.
Itu dia mulai dalam buku “Dia dan Aku” (2006) dan “Emak” (2009), dan “Daoed Joesoef Bukan Teroris”. Dia mengatakan itu karena Sorbonne.
Tradisi liberalistis universitas Paris itu telah membuatnya menembus banyak hal, sehingga tak ragu menghidupkan semangat pencarian pengetahuan secara kritis termasuk di bidang agama.
Metode ekletik dan interdisciplinary telah memenuhi nalar dan sanubarinya, sehingga ia juga sah memahami Al Quran dan Islam sebagai keyakinan dan pengetahuan.
Tradisi kajian keislaman DJ ini bisa disebut sebagai tradisi tafsir bi-ra’yi – tradisi hermeunetik pascaskolastika yang progresif dan proaktif menangkap tanda-tanda perubahan zaman dan pemikiran manusia modern dengan kekuatan nalar murni.
Kaum terdidik muda
Kiranya menjadi jelas ketika akhirnya saya menjadi “pembicara satu-satunya” saat peluncuran buku “Rekam Jejak Anak Tiga Zaman”. Ia begitu percaya bahwa warisan sosial dan intelektual bangsa ini terletak pada anak muda. Mereka harus diberi kesempatan untuk didengarkan oleh orang-orang tua yang terlalu banyak bicara.
Pada acara itu ada seorang anak muda lain yang diberi panggung, yaitu direktur CSIS, Phillip G. Vermont. Padahal di depan kami hadir “para pembesar” Orde Baru dan Reformasi seperti Akbar Tanjung, Adrianus Mooy, Malik Fajar, Mutia Hatta, Marie Pagestu, H.S. Dillon, dan lainnya.
Menurutnya. letakan paling mulia penguatan kaum terdidik itu tak lain melalui jalur pendidikan. Pendidikanlah yang bisa membentuk manusia berkarakter, tangguh, dan penuh tanggung-jawab terhadap perjalanan bangsa.
Pendidikan telah membentuk watak para pendiri bangsa menjadi “manusia pertama di antara yang setara” – de eerste onder de zijnen. Itu hanya mudah terbentuk dalam jiwa anak muda dan bukan politikus gaek.
Bekerja di dunia pendidikan berarti melakukan peperangan semesta melawan kebodohan, ketidaktahuan, dan rendahnya budi pekerti. Sejak awal menjadi menteri, ia telah menegaskan bahwa pendidikan harus menjadi instrumen utama memajukan kebudayaan. Pendidikan adalah bagian dari pembentukan kebudayaan, dan bukan sebaliknya (h. 201).
NKK/BKK
Di antara sejarah persahabatan kami, saya sempatkan tanyakan tentang kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Mahasiswa (NKK/BKK). Ketika cerita ini disebutkan, selalu nama Daoed Joesoef menjadi “tersangka” sebagai pendesain pertama.