JAKARTA, KOMPAS.com - Tentara Nasional Indonesia berencana mengirimkan secara bertahap paramedis tambahan untuk membantu menangani kasus gizi buruk dan wabah campak yang terjadi di daerah Asmat, Papua.
Hal ini disampaikan Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Sabrar Fadhilah dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9, bertema "Memajukan Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat Papua" di gedung serbaguna Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (29/1/2018).
Sabrar mengatakan, yang sudah dikerjakan oleh TNI terkait kasus gizi buruk dan campak di Asmat ini yakni mengirimkan tim dari Kodam setempat untuk memeriksa warga yang terjangkit.
Kemudian pada 15 Januari 2018, atas perintah Presiden melalui Panglima TNI, pihaknya mengirim 55 orang yang terdiri dari tenaga ahli, dokter spesialis, dokter anak, psikolog, dan para medis lainnya.
Karena di Asmat terdiri dari 23 distrik dengan 224 kampung yang tersebar, pihaknya membagi 55 tenaga medis tadi menjadi 8 tim kesehatan.
"Dengan keterbatasan yang kita miliki, segera diatur jadi 8 tim kesehatan," kata Sabrar.
(Baca juga: Curhat Mensos dan Menkes soal Tantangan Kondisi Geografis Asmat)
Di tengah keterbatasan itu, pihaknya memanfaatkan segala fasilitas termasuk sumber daya manusia yang ada.
Ada dua strategi yang dilakukan tim tadi, pertama segera mengatasi warga yang terjangkit penyakit.
"Yang kedua, kalau enggak bisa diatasi di tempat, maka diprioritaskan dikirim ke tingkat rumah sakit yang lebih tinggi di atasnya karena di kampung-kampung itu terbatas sekali, (kalau bisa) sampai ke RSUD. Termasuk memberikan imunisasi," ujar Sabrar.
Mulanya, 55 orang tenaga medis yang dikirim itu akan bekerja selama 30 hari. Ternyata persoalannya masih belum selesai.
Tim ketiga
Sehingga TNI berencana untuk mengirim kembali tim yang terdiri dari 260 orang. Hal ini menurutnya sudah dibicarakan Panglima TNI dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR.
Tim tersebut akan dikirim secara bertahap ke Asmat. Mereka rencananya akan bekerja selama satu tahun menangani kasus ini.
Sabrar mengatakan, 260 orang itu terdiri dari para medis, pengamanan, dan unsur logistik.
TNI membuka kerja sama dengan kementerian lain yang terkait untuk ikut terlibat dalam operasi tersebut.
"Memang yang diberangkatkan sekarang ini tidak langsung 260 yang berangkat, kita menyesuikan kondisi dan alutsista yang ada," ujar Sabrar.
(Baca juga: Ini Gambaran Menkes tentang Kondisi Korban Gizi Buruk di Asmat)
Sementara itu, berdasarkan data posko induk penanggulangan KLB Asmat di daerah Agats, kasus ini telah mengakibatkan 70 orang meninggal dunia sejak September 2017 hingga Januari 2018.
Sebanyak 65 orang di antaranya meninggal akibat gizi buruk, 4 anak lainnya akibat campak, dan 1 orang terkena tetanus.
Rinciannya yakni 37 anak meninggal di Distrik Pulau Tiga, 15 anak di Distrik Fayit, 8 anak di Distrik Aswi, 4 anak di Distrik Akat dan 6 lainnya di RSUD Agats.
Data Kemenkes sebelumnya menyebutkan, terdapat 646 anak terkena wabah campak dan 144 anak menderita gizi buruk di Asmat.
Selain itu ditemukan pula 25 anak suspek campak serta 4 anak yang terkena campak dan gizi buruk.
Mereka kini ditangani di RSUD Agats dan tim gabungan Dinas Kesehatan Provinsi Papua serta Kabupaten Asmat.
Kemenkes RI pada 16 Januari 2018 telah mengirim 39 tenaga kesehatan yang terdiri dari 11 dokter spesialis, 4 dokter umum, 3 perawat, 2 penata anestesi, dan 19 tenaga kesehatan dari ahli gizi, kesehatan lingkungan, dan surveilens.