Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kritik Larangan Cantrang, Nasdem akan Kirim Surat ke Jokowi

Kompas.com - 12/12/2017, 22:19 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Nasdem meminta pemerintah menunda dan mengevaluasi kebijakan pelarangan penggunaan alat tangkap ikan cantrang, yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Nasdem menilai, perlu dilakukan evaluasi secara menyeluruh, serta berdialog dengan para nelayan sebelum kebijakan tersebut diberlakukan.

Hal ini disampaikan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh saat menerima Paguyuban Nelayan Indonesia, di Kantor DPP Partai NasDem, Jakarta, Selasa (12/12/2017).

"Saya sudah mengambil kesimpulan, Nasdem memutuskan segera mengirimkan surat resmi kepada Presiden RI agar kebijakan yang memberatkan kehidupan masyarakat nelayan agar dapat ditunda dulu," kata Surya Paloh dalam keterangan tertulisnya, Selasa malam.

(Baca juga : Wakil Ketua MPR Merespon Aspirasi Reward Untuk Nelayan)

Surat permintaan penundaan dan evaluasi pelarangan cantrang tersebut, lanjut Surya, didasarkan atas hasil uji petik yang telah dilakukan Nasdem bersama dengan para ahli dan nelayan, beberapa waktu lalu.

Meski sebagai partai pendukung pemerintah, kata Surya, pihaknya tetap mengkritisi kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat. Untuk itu, Nasdem meminta agar kebijakan tersebut dievaluasi.

"Karena kita perlu melakukan evaluasi dan kajian yang lebih mendalam," katanya.

Sementara itu Ketua DPP Partai NasDem Bidang Pertanian dan Kemaritiman Emmy Hafild mengatakan, kegiatan uji petik terkait pelarangan cantrang berlangsung sejak 22 November-28 November 2017 di Indramayu, Tegal, Jepara dan Lamongan.

Dari hasil uji petik tersebut, ditemukan tidak semua penggunaan cantrang memberikan dampak negatif terhadap ekosistem laut.

(Baca juga : Ungkapan Syukur Nelayan Pulau Terluar atas BBM Satu Harga)

 

Dampak negatif tersebut terjadi apabila cantrang digunakan hingga ke dasar laut dengan spesifikasi ukuran mata jaring yang terlalu kecil. 

"Masalahnya itu terdapat pada ukuran jaring cantrang. Memang perlu diperbaiki namun apakah perlu hingga sampai dilarang?," ujarnya.

Menurut dia, pelarangan penggunaan cantrang tidak dapat diberlakukan secara general. Yang perlu dilakukan pemerintah adalah melakukan standarisasi dan pembinaan kepada nelayan terkait penggunaan cantrang agar tidak merusak ekosistem laut.

"Standarisasi alat tangkap itu. Panjang talinya berapa, mata jaringnya harus berapa, bentuknya seperti apa, lalu kemudian beroperasinya di mana. Jadi pengendalian, pengawasan dan bimbingan," ucap dia.

Pelarangan penggunaan cantrang diatur dalam dalam Permen Nomor 2/ PERMEN-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets).

Karena banyaknya protes dari nelayan, Presiden Jokowi sempat meminta Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti untuk menunda pelaksanaan permen itu sampai akhir tahun 2017.

Artinya, aturan larangan cantrang akan diberlakukan kembali mulai Januari 2018.

Kompas TV Alat Cantrang Nelayan Boleh Dipakai Hingga Akhir Tahun 2017
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com