JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum Herlangga Wisnu membacakan surat tanggapan atas nota keberatan atau eksepsi yang disampaikan penasehat hukum terdakwa kasus ujaran kebencian dengan SARA, Asma Dewi, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (5/12/2017).
Dalam tanggapannya, Herlangga menilai keberatan penasehat hukum Asma Dewi terlalu mengada-ada. Menurut dia, alasan yang disampaikan penasehat hukum hanya berdasarkan pendapat, bukan alasan hukum yang tepat.
Bahkan, salah satu materi keberatan, menurut Herlangga, sudah dijawab sendiri oleh penasehat hukum dalam nota eksepsi yang dibacakan pada pekan lalu.
"Bahwa setelah mempelajari dan mencermati eksepsi, membuat saya tersenyum kecil. Apabila dicermati, telah tersurat apa jawaban penasehat hukum mengenai error in persona (dakwaan keliru)," ujar Herlangga saat membaca tanggapan jaksa.
Baca juga : Asma Dewi Bantah Transfer Rp 75 Juta untuk Saracen
Herlangga mengatakan, pada halaman tiga nota keberatan, penasehat hukum menilai Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak berwenang mengadili, karena tindak pidana tidak terjadi di wilayah hukum PN Jaksel.
Menurut Herlangga, pernyataan penasehat hukum tersebut secara tidak langsung mengakui bahwa benar Asma Dewi melakukan tindak pidana. Hanya saja, tindak pidana itu tidak dilakukan di wilayah PN Jaksel.
"Keberatan itu sudah dijawab secara otomatis dalam eksepsi," kata Herlangga.
Sebelumnya, Asma Dewi didakwa dengan empat pasal dalam dakwaan alternatif. Dalam dakwaan alternatif pertama, jaksa menyatakan Asma Dewi dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang dibuat untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan yang dituju dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA).
Baca juga : Menangis di Sidang, Asma Dewi Bingung dengan Kasusnya
Dia didakwa dengan Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45 ayat (2) UU RI Nomor 11 Tahun 2008 Tentang ITE, sebagai mana diubah dengan UU RI Nomor 19 Tahun 2016.
Dakwaan kedua, menurut jaksa, pada tanggal 21 Juli 2016 dan 22 Juli 2016, Asma Dewi dinyatakan dengan sengaja menumbuhkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis berupa membuat tulisan atau gambar, untuk diletakan, ditempelkan, atau disebarluaskan di tempat umum atau tempat lain yang dapat dilihat atau dibaca orang lain.
Dalam dakwaan ketiga, jaksa menyatakan Asma Dewi dimuka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia. Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana Pasal 156 KUHP.
Terakhir yakni Asma Dewi didakwa dengan sengaja di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina suatu penguasa atau badan umun yang ada di Indonesia. Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dengan Pasal 207 KUHP.