Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setya Novanto Menghilang dan Ingin Bertemu Jokowi, Apa Kata Istana?

Kompas.com - 16/11/2017, 18:03 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi, mengatakan, kliennya ingin bertemu Presiden Joko Widodo pasca-upaya penjemputan paksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap Novanto.

Menanggapi hal itu, Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Johan Budi Saptopribowo mengatakan, hingga saat ini belum ada surat yang masuk dari Novanto maupun pengacaranya untuk meminta bertemu Presiden.

"Sampai saat ini belum ada surat atau apapun namanya sampai ke Presiden," kata Johan di Istana Bogor, Kamis (16/11/2017).

Karena belum ada surat maupun permohonan yang masuk, Johan tidak menjawab apakah Jokowi bersedia bertemu atau tidak

"Setiap orang tentu punya hak untuk bertemu dengan Presiden, punya keinginan seperti itu, tapi sampai hari ini belum ada surat," kata dia.

Baca: Jokowi Tidak Instruksikan Polisi untuk Buru dan Tangkap Setya Novanto

Bukan kali ini saja Setya Novanto membawa nama Jokowi dalam menghadapi kasus dugaan korupsi e-KTP yang menjeratnya.

Sebelumnya, Setya Novanto juga sempat beberapa kali mangkir dari panggilan KPK karena menilai lembaga antirasuah itu membutuhkan izin Presiden untuk bisa memeriksanya.

Saat ditanya apakah Presiden tidak kesal karena namanya terus diseret oleh Novanto, mantan Komisioner KPK ini hanya mengulang pernyataan Jokowi sebelumnya.

"Nah kan Presiden sudah menyampaikan bahwa ikuti saja aturan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku seperti apa," ucap Johan.

Penyidik KPK mendatangi rumah Novanto di Jalan Wijaya XIII, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (15/11/2017) malam, pukul 21.40 WIB.

Penyidik mengantongi surat penangkapan Novanto yang sudah berkali-kali mangkir dari panggilan pemeriksaan. Namun Ketua Umum Partai Golkar tersebut tak ada di rumah. KPK mengimbau Novanto untuk segera menyerahkan diri.

KPK menetapkan kembali Novanto sebagai tersangka kasus E-KTP pada Jumat (10/11/2017). Novanto sebelumnya lolos dari status tersangka setelah memenangi gugatan praperadilan terhadap KPK.

Dalam kasus ini, Novanto bersama sejumlah pihak diduga menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi.

Adapun sejumlah pihak itu antara lain Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong, dan dua mantan Pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto.

Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan saat menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar. Akibat perbuatannya bersama sejumlah pihak tersebut negara diduga dirugikan Rp 2,3 triliun pada proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut.

Kompas TV Wakil Presiden Jusuf Kalla menyarankan agar Golkar menggelar munaslub dan mencari ketua umum yang baru.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Revisi UU Bakal Beri Kebebasan Prabowo Tentukan Jumlah Kementerian, PPP: Bisa Saja Jumlahnya Justru Berkurang

Revisi UU Bakal Beri Kebebasan Prabowo Tentukan Jumlah Kementerian, PPP: Bisa Saja Jumlahnya Justru Berkurang

Nasional
Rapat Paripurna DPR: Anggota Dewan Diminta Beri Atensi Khusus pada Pilkada 2024

Rapat Paripurna DPR: Anggota Dewan Diminta Beri Atensi Khusus pada Pilkada 2024

Nasional
Khofifah Harap Golkar, PAN dan Gerindra Setujui Emil Dardak Jadi Cawagubnya

Khofifah Harap Golkar, PAN dan Gerindra Setujui Emil Dardak Jadi Cawagubnya

Nasional
Diperiksa Dewas KPK 6 Jam, Nurul Ghufron Akui Telepon Pihak Kementan Terkait Mutasi Pegawai

Diperiksa Dewas KPK 6 Jam, Nurul Ghufron Akui Telepon Pihak Kementan Terkait Mutasi Pegawai

Nasional
Seorang Pria Diamankan Paspampres Saat Tiba-tiba Hampiri Jokowi di Konawe

Seorang Pria Diamankan Paspampres Saat Tiba-tiba Hampiri Jokowi di Konawe

Nasional
Pro dan Kontra Komposisi Pansel Capim KPK yang Didominasi Unsur Pemerintah

Pro dan Kontra Komposisi Pansel Capim KPK yang Didominasi Unsur Pemerintah

Nasional
Jokowi Restui Langkah Menkes Sederhanakan Kelas BPJS Kesehatan

Jokowi Restui Langkah Menkes Sederhanakan Kelas BPJS Kesehatan

Nasional
Revisi UU Kementerian Negara Dibahas di DPR, Jumlah Kementerian Diusulkan 'Sesuai Kebutuhan Presiden'

Revisi UU Kementerian Negara Dibahas di DPR, Jumlah Kementerian Diusulkan "Sesuai Kebutuhan Presiden"

Nasional
Soal Revisi UU MK, Pakar Sinyalir Punya Tujuan Politik

Soal Revisi UU MK, Pakar Sinyalir Punya Tujuan Politik

Nasional
Kasus TPPU SYL, KPK Panggil 3 Pemilik Biro Perjalanan

Kasus TPPU SYL, KPK Panggil 3 Pemilik Biro Perjalanan

Nasional
Dewas KPK Periksa Eks Sekjen Kementan Jadi Saksi dalam Sidang Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Periksa Eks Sekjen Kementan Jadi Saksi dalam Sidang Etik Nurul Ghufron

Nasional
Praperadilan Panji Gumilang Ditolak, Status Tersangka TPPU Sah

Praperadilan Panji Gumilang Ditolak, Status Tersangka TPPU Sah

Nasional
Golkar Sebut Ridwan Kamil Lebih Condong Maju pada Pilkada Jabar

Golkar Sebut Ridwan Kamil Lebih Condong Maju pada Pilkada Jabar

Nasional
Jokowi Harap RI Masuk OECD: Beri Manfaat agar Lompat Jadi Negara Maju

Jokowi Harap RI Masuk OECD: Beri Manfaat agar Lompat Jadi Negara Maju

Nasional
Pimpinan DPR Sebut Jurnalistik Investigasi Harus Diatur dalam RUU Penyiaran, Ini Alasannya

Pimpinan DPR Sebut Jurnalistik Investigasi Harus Diatur dalam RUU Penyiaran, Ini Alasannya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com