JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Kepolisian RI Jenderal (Pol) Tito Karnavian mengatakan, kelompok bersenjata yang menahan sekitar 1.300 orang di Desa Kimbely dan Desa Banti, Kecamatan Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua, hanya berjumlah puluhan orang.
Tito menuturkan, kelompok tersebut merupakan pemain lama dan sudah ada sejak dirinya menjabat sebagai Kapolda Papua pada 2012.
"Sebenarnya enggak banyak kelompok ini, paling 20 atau 25 orang. Senjatanya lima sampai sepuluh pucuk. Mereka menggunakan metode hit and run (beraksi dan berlari)," ujar Tito di Mapolda Metro Jaya, Kamis (9/11/2017).
Tito menjelaskan, kelompok bersenjata ini memanfaatkan para pendulang liar limbah Freeport untuk mencari keuntungan.
"Modus yang paling sering dilakukan adalah para pendulang ini dijadikan tameng. Jadi yang dikatakan penyanderaan itu adalah para pendulang yang kemudian dijadikan tameng," kata Tito.
(Baca juga: Wiranto Minta Aparat Musyawarah dengan Kelompok Bersenjata yang Tahan 1.300 Warga di Papua)
Tito menambahkan, saat ini Polri bersama TNI akan memperkuat pengamanan dan melakukan pengejaran terhadap kelompok tersebut. Selain itu, polisi juga akan melakukan langkah persuasif guna menanggulangi permasalahan tersebut.
"Pak Kapolda, Pak Pangdam, berkoordinasi untuk melakukan langkah-langkah penegakan hukum dengan cara-cara yang soft, negosiasi, juga dengan mengedepankan tokoh agama dan adat termasuk langgkah-langkah penegakan hukum," ucap dia.
(Baca juga: Kelompok Bersenjata di Papua Tahan 1.300 Warga)
Setidaknya ada 1.300 orang dari dua desa, yakni Desa Kimbely dan Desa Banti, Kecamatan Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua, yang dilarang keluar dari kampung itu oleh kelompok bersenjata.
Informasi ini awalnya diungkapkan Kepala Polda Papua Irjen Boy Rafli Amar, Kamis (9/11/2017).
Boy menegaskan, saat ini Polri bersama unsur TNI berupaya melakukan langkah-langkah persuasif dan preventif agar masyarakat bisa terbebas dari intimidasi dan ancaman kelompok bersenjata.