Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Dokumen Surga", Ujian Selanjutnya untuk Pemerintah...

Kompas.com - 09/11/2017, 10:43 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Disebut-sebutnya beberapa nama warga negara Indonesia di dalam laporan Paradise Papers atau Dokumen Surga menjadi ujian baru bagi pemerintah.

"Ini tes bagi kredibilitas dan komitmen pemerintah untuk mengejar pengemplang pajak setelah tax amnesty (pengampunan pajak)," ujar peneliti Institute for Economics and Development Finance (Indef), Bima Yudhistira, kepada Kompas.com, Jakarta, Kamis (9/11/2017).

Dalam kasus Panama Papers tahun lalu, Bima menilai, upaya pemerintah tak optimal dalam mengejar pajak para WNI yang disebut di dalamnya. Pasalnya, saat itu ada program tax amnesty.

Program tersebut memberikan keleluasaan kepada seluruh WNI melaporkan harta atau dana di dalam dan luar negeri yang selama ini tidak dilaporkan ke negara.

Dengan membayar uang tebusan, semua "dosa" perpajakan dihilangkan.

(baca: Heboh Data Investigasi "Dokumen Surga", Apa Kata Ditjen Pajak?)

Namun, Dokumen Surgaseharusnya berbeda. Sebab, program tax amnesty sudah rampung pada 31 Maret 2017.

Artinya, pemerintah bisa leluasa menelusuri harta WNI yang disebut di Dokumen Surga tersebut.

"Jika pemerintahan gagal, akan menciptakan distrust kepada pembayar pajak," kata Bima.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo menilai, keterlibatan sejumlah nama besar dan perusahaan-perusahaan besar di Paradise Papers semakin menegaskan bahwa penggunaan yurisdiksi rahasia atau suaka pajak adalah praktik yang lazim, menahun, dan merupakan fenomena global.

(baca: Ini 5 Negara Surga Pajak Dunia)

Meski begitu, belajar dari tindak lanjut Panama Papers, Yustinus menyarankan agar semua pihak menahan diri dan menyerahkan tindak lanjut kepada pihak yang berwenang dengan tetap melakukan pengawasan.

Ia mengimbau agar semua pihak menahan diri untuk menghindari prasangka, tuduhan, pembunuhan karakter, dan perang opini yang tidak perlu di tengah keterbatasan informasi, data akurat, serta analisis yang obyektif dan kredibel.

"Demi transparansi dan akuntabilitas, sebaiknya dilibatkan pihak independen sebagai bagian dari tim investigasi," ujarnya.

Menurut dia, setiap upaya tindak lanjut dari PPATK atau Ditjen Pajak patut didukung untuk mengungkap ada atau tidaknya upaya pengemplangan pajak oleh WNI yang disebut di Paradise Papers.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com