Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengiriman Surat Berlogo DPR ke KPK Atas Perintah Setya Novanto

Kompas.com - 07/11/2017, 19:06 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA - KOMPAS.com — Kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi, mengatakan, pengiriman surat pemberitahuan ketidakhadiran yang berlogokan DPR atas inisiatif Setya Novanto.

Ia mengatakan, selaku kuasa hukum dirinya tentu memberika legal opinion (pendapat hukum) kepada Novanto.

Ia pun menyarankan, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 76/PUU-XII/2014, pemanggilan anggota DPR oleh lembaga penegak hukum harus seizin Presiden.

Novanto lantas menerima saran tersebut dan menginstruksikan agar Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR membuat surat tersebut dan mengirimkannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

(Baca juga: Pengacara Bersikeras Pemeriksaan Setya Novanto Butuh Izin Presiden)

"Gini, saya hanya memberikan masukan bahan. Karena seperti contoh, kan, Anda menanya saya Pak menurut Bapak bagaimana? Saya kan bikin LO kan legal opinion. (instruksi pembuatan surat ke Setjen DPR) melalui Pak SN (Setya Novanto)," katanya di kantornya di Gandaria, Jakarta Selatan, Selasa (7/11/2017).

Ia membantah jika dirinya langsung menginstruksikan Setjen DPR untuk mengirimkan surat ke KPK yang isinya menyatakan pemeriksaan Novanto harus seizin Presiden sebagaimana yang tertera di Undang-undang No 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, DPD (MD3).

"Tidak, yang dalam hal ini semua dilakukan oleh Pak Setnov (Setya Novanto) sendiri bukan saya. Saya tidak bisa menyentuh organisasi, saya bukan advokat yang disewa oleh lembaga DPR," lanjutnya.

Ketua DPR sekaligus Ketua Umum Partai Golkar itu kembali tak menghadiri pemeriksaan dirinya oleh KPK pada Senin (6/11/2017).

Sedianya, kemarin Novanto dijadwalkan diperiksa sebagai saksi tersangka proyek pengadaan e-KTP Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo.

Ia beralasan sebagai anggota DPR pemanggilannya oleh KPK butuh izin dari Presiden sebagaimana tercantum dalam Undang-undang No 17 Tahun 2014 tentang MD3.

Novanto lantas mengirimkan surat kepada KPK melalui Setjen DPR.

Dalam surat tersebut, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengungkapkan, ada lima poin pokok pada surat dari DPR untuk KPK terkait pemanggilan Novanto.

Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menilai, Setya Novanto melakukan blunder.

Sebab, pada Pasal 245 Ayat (3) huruf c disebutkan bahwa ketentuan pada Ayat (1) tidak berlaku terhadap anggota DPR yang disangka melakukan tindak pidana khusus.

"Korupsi adalah tindak pidana khusus bahkan dilabeli sebagai extra ordinary crime. Jadi tidak ada alasan bagi Ketua DPR untuk mangkir dari pemeriksaan KPK," kata Refly di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/11/2017).

Ia menilai, pihak Novanto kurang cermat karena hanya melihat satu ayat pada pasal tersebut.

"Saya kira sangat blunder dan menurut saya staf-stafnya tidak membaca ini secara cermat," sambungnya.

Kompas TV Ketua DPR Setya Novanto kembali menolak pemeriksaan KPK untuk kasus e-KTP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Indonesia Usulkan Makan Siang Gratis jadi Program Satgas Global Melawan Kelaparan dan Kemiskinan

Indonesia Usulkan Makan Siang Gratis jadi Program Satgas Global Melawan Kelaparan dan Kemiskinan

Nasional
Laporan BPK 2021: Tapera Tak Kembalikan Uang Ratusan Ribu Peserta Senilai Rp 567 M

Laporan BPK 2021: Tapera Tak Kembalikan Uang Ratusan Ribu Peserta Senilai Rp 567 M

Nasional
Mundur sebagai Wakil Kepala Otorita IKN, Dhony Rahajoe Sampaikan Terima Kasih ke Jokowi

Mundur sebagai Wakil Kepala Otorita IKN, Dhony Rahajoe Sampaikan Terima Kasih ke Jokowi

Nasional
KPU Dianggap Bisa Masuk Jebakan Politik jika Ikuti Putusan MA

KPU Dianggap Bisa Masuk Jebakan Politik jika Ikuti Putusan MA

Nasional
Ketika Kepala-Wakil Kepala Otorita IKN Kompak Mengundurkan Diri ...

Ketika Kepala-Wakil Kepala Otorita IKN Kompak Mengundurkan Diri ...

Nasional
KPU Diharap Tak Ikuti Putusan MA Terkait Usia Calon Kepala Daerah

KPU Diharap Tak Ikuti Putusan MA Terkait Usia Calon Kepala Daerah

Nasional
Adam Deni Hadapi Sidang Vonis Kasus Pencemaran Ahmad Sahroni Hari Ini

Adam Deni Hadapi Sidang Vonis Kasus Pencemaran Ahmad Sahroni Hari Ini

Nasional
Pentingnya Syarat Kompetensi Pencalonan Kepala Daerah

Pentingnya Syarat Kompetensi Pencalonan Kepala Daerah

Nasional
Nasihat SBY untuk Para Pemimpin Setelah 2014

Nasihat SBY untuk Para Pemimpin Setelah 2014

Nasional
Dulu Jokowi Tak Setujui Gibran Jadi Cawapres, Bagaimana dengan Kaesang pada Pilkada Jakarta?

Dulu Jokowi Tak Setujui Gibran Jadi Cawapres, Bagaimana dengan Kaesang pada Pilkada Jakarta?

Nasional
[POPULER JABODETABEK] Pedagang Pelat Mengaku Enggan Terima Pesanan Pelat Nomor Palsu | Warga Sebut Tapera Hanya Mempertimbangkan Kebutuhan Pemerintah

[POPULER JABODETABEK] Pedagang Pelat Mengaku Enggan Terima Pesanan Pelat Nomor Palsu | Warga Sebut Tapera Hanya Mempertimbangkan Kebutuhan Pemerintah

Nasional
[POPULER NASIONAL] Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur | Tugas Baru Budi Susantono dari Jokowi

[POPULER NASIONAL] Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur | Tugas Baru Budi Susantono dari Jokowi

Nasional
Tanggal 7 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung Periksa Adik Harvey Moeis Jadi Saksi Kasus Korupsi Timah

Kejagung Periksa Adik Harvey Moeis Jadi Saksi Kasus Korupsi Timah

Nasional
SYL Mengaku Bayar Eks Jubir KPK Febri Diansyah Jadi Pengacara dengan Uang Pribadi

SYL Mengaku Bayar Eks Jubir KPK Febri Diansyah Jadi Pengacara dengan Uang Pribadi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com