Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penganut Aliran Kepercayaan Diakui Dalam Administrasi, Diharapkan Tak Ada Lagi Diskriminasi

Kompas.com - 07/11/2017, 16:43 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas permohonan uji materi terkait aturan pengosongan kolom agama pada Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Menurut dia, hal tersebut dapat menghapus diskriminasi warga negara dalam catatan administrasi kependudukannya.

Khususnya terhadap agama lokal yang selama ini tidak mendapat tempat dalam kolom agama.

"Dikabulkannya permohonan oleh MK diharapkan dapat menghapuskan praktik-praktik diskriminasi terhadap komunitas agama lokal seperti yang terjadi selama ini," ujar Bonar melalui siaran pers, Selasa (7/11/2017).

(Baca juga : MK: Negara Wajib Lindungi dan Jamin Hak Penghayat Kepercayaan)

Bonar mengatakan, amar putusan ini akan menjadi tonggak sejarah penting penghapusan diskriminasi berdasarkan agama dan kepercayaan setiap warga negara.

Asalkan diikuti dengan upaya mendorong advokasi yang lebih esensial terkait dengan pengakuan secara utuh setiap warga negara.

Komunitas Agama Lokal Nusantara telah tujuh tahun berjuang untuk mendapatkan hak pencantuman identitas keagamaannya di kolom agama di KTP.

"Ucapan selamat kepada segenap penganut agama lokal nusantara atas perjuangan dan hasilnya," kata Bonar.

(Baca juga : MK: Kolom Agama di KTP dan KK Dapat Ditulis Penghayat Kepercayaan)

 

Dalam amar putusannya, MK menegaskan bahwa kata “Agama” dalam Pasal 61 ayat 10 dan pasal 64 ayat (2) UU No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 24 tahun 2013 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi kependudukan dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk “Kepercayaan”.

Artinya, penganut aliran kepercayaan memiliki kedudukan hukum yang sama dengan pemeluk enam agama yang telah diakui oleh pemerintah dalam memperoleh hak terkait administrasi kependudukan.

Status penghayat kepercayaan dapat dicantumkam dalam kolom agama di kartu keluarga dan kartu tanda penduduk elektronik tanpa perlu merinci aliran kepercayaan yang dianut.

Para pemohon sebelumnya menilai, ketentuan di dalam UU Adminduk itu dinilai tidak mampu memberikan jaminan perlindungan dan pemenuhan hak yang sama kepada penganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa atau penghayat, selaku warga negara.

Pemohon meminta Majelis Hakim MK menyatakan Pasal 61 ayat 1 dan Pasal 64 ayat 1 UU Administrasi Kependudukan bertentangan dengan UUD 1945.

Oleh karena itu, pasal yang diuji tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai frasa "agama termasuk juga penghayat kepercayaan dan agama apa pun".

Dengan kata lain, kolom agama pada KK dan KTP dihapuskan.

Alasan pemohon, pasal-pasal yang diuji itu tidak mengatur secara jelas dan logis sehingga menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda dan melanggar hak-hak dasar yang dimiliki warga negara.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com