Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tantangan Menteri Susi Tenggelamkan Kapal, Dihalangi "Coast Guard" Asing hingga Lobi Mafia Ikan

Kompas.com - 31/10/2017, 09:19 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

NATUNA, KOMPAS.com - Penegakan hukum di laut terhadap para pencuri ikan yang dilakukan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti bukan tanpa kendala.

Susi dan jajarannya seringkali dihadapkan pada situasi yang tidak menguntungkan.

Hal-hal yang dihadapi di antaranya, munculnya modus baru dari para pencuri ikan, hingga situasi dianggap Susi diciptakan oleh para mafia perikanan.

"Saat menangkap mereka, misalnya. Kadang-kadang mereka (nelayan asing pencuri ikan) sudah bergerombol," ujar Susi kepada wartawan di atas Kapal Orca II, saat penenggelaman 33 kapal di Perairan Selat Lampa, Natuna, Minggu (29/10/2017).

Baca: Alasan Menteri Susi Tak Akan Berhenti Tenggelamkan Kapal Pencuri Ikan

Kondisi itu mengakibatkan kapal patroli Indonesia, baik dari TNI AL, Badan Keamanan Laut (Bakamla) atau Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian KKP kesulitan dalam melakukan penangkapan.

Bahkan, menurut Susi, patroli Indonesia sering menemukan fakta bahwa kapal Coast Guard asing mendampingi nelayan mereka masing-masing saat mencuri ikan di wilayah perairan Indonesia.

"Bahkan, Vietnam seringkali mereka dikawal oleh coast guard. Tiongkok juga sama," ujar Susi.

Kapal-kapal asing pencuri ikan yang ditenggelamkan di perairan Selat Lampa, Natuna, Kepulauan Riau, Minggu (29/10/2017). Penenggelaman itu dipimpin langsung oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.KOMPAS.com/FABIAN JANUARIUS KUWA Kapal-kapal asing pencuri ikan yang ditenggelamkan di perairan Selat Lampa, Natuna, Kepulauan Riau, Minggu (29/10/2017). Penenggelaman itu dipimpin langsung oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

Selain itu, Susi mengaku, sering 'diserang' oleh pernyataan bernada skeptis dari sejumlah pihak.

Pernyataan tersebut menyebiutkan seolah-olah kebijakan penangkapan kapal pencuri ikan hingga penenggelaman kapal adalah pekerjaan yang sia-sia.

"Banyak suara yang skeptis, yang membuat seolah-olah penenggelaman kapal itu adalah kerjaan yang bodoh dan sia-sia. Padahal itu tentang kedaulatan ekonomi negara," ujar Susi.

Susi juga meyakini mafia ikan yang tidak suka atas kebijakannya itu melakukan lobi untuk memperlemah posisinya di hadapan publik.  

Baca: Susi Pudjiastuti: Indonesia Poros Maritim Dunia Hanya Slogan Doang?

"Mereka lobi-lobinya sama media. Wartawan tulis ini tulis itu. Pertanyaannya titipan dari mafia ikan yang sedikit bodoh dan aneh. Seperti, kenapa kapal eks asing enggak boleh jalan lagi? Ya sudah jelas selama ini nyuri kok. Masak mau jalan lagi. Tidak boleh," ujar Susi.

"Kalau kita perbolehkan kapal-kapal raksasa itu jalan lagi, yang eks asing, pasti nelayan kecil tidak akan dapat lagi. (Lobi mafia ikan) Yang lain-lain saya tidak lihat. Mungkin ada di belakang. Tapi saya tidak tahu," lanjut dia.

Susi juga menilai, dukungan lembaga peradilan kurang optimal dalam hal memutus perkara pencurian ikan. Lembaga peradilan seringkali lamban dalam memutus sebuah perkara.

Meski demikian, Susi tak gentar. Ia berkomitmen menjalankan visi misi Presiden Joko Widodo menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, dan laut adalah masa depan bangsa.   


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com