Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Atase Imigrasi KBRI Kuala Lumpur Hadapi Vonis Hakim

Kompas.com - 23/10/2017, 08:42 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Atase Imigrasi KBRI Kuala Lumpur, Dwi Widodo akan menjalani sidang putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (23/10/2017).

Dwi sebelumnya dituntut 5 tahun penjara oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia juga dituntut membayar denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.

Dalam pertimbangannya, jaksa menilai perbuatan Dwi tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme. Dwi dinilai menyalahgunakan kewajiban untuk melakukan kejahatan.

Selain itu, motif dari kejahatan yang dilakukan Dwi, menurut jaksa, dilandasi keinginan untuk memeroleh kekayaan untuk diri sendiri, keluarga atau orang lain dengan memanfaatkan jabatannya.

Menurut jaksa, Dwi terbukti menerima suap Rp 524 juta dan voucher hotel senilai Rp 10 juta. Uang itu diberikan sebagai imbalan atau fee atas pengurusan calling visa.

(Baca juga: Mantan Atase Imigrasi KBRI Kuala Lumpur Dituntut Lima Tahun Penjara)

Dwi mempunyai kewenangan dalam melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan dan keabsahan dokumen/persyaratan terhadap warga negara asing yang mengajukan permohonan calling visa di KBRI Kuala Lumpur. Para pemohon merupakan warga asing yang berasal dari negara-negara rawan.

Selain itu, menurut jaksa, Dwi menerima uang dari Satya Rajasa Pane yang seluruhnya berjumlah 63.500 ringgit Malaysia. Uang itu diberikan sebagai imbalan pembuatan paspor dengan metode reach out.

Dalam jabatannya, Dwi mempunyai kewenangan untuk menentukan disetujui atau tidaknya permohonan pembuatan paspor untuk para tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malaysia.

Namun, dalam penyidikan, staf KBRI menyerahkan sebagian uang ringgit Malaysia yang diterima dari Dwi kepada KPK.

Dwi dinilai oleh jaksa melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Namun, Dwi Widodo menyatakan keberatan dengan tuntutan jaksa KPK.

(Baca: Pleidoi, Ini Bantahan Eks Atase Imigrasi KBRI Kuala Lumpur)

Keberatan Dwi, misalnya soal penerimaan uang dalam pelaksanaan kegiatan reach out. Menurut Dwi, ada perbedaan total uang yang disebutkan jaksa dengan yang sebenarnya ia terima.

"Jumlah totalnya adalah 49.250 ringgit Malaysia, bukan sejumlah 63.500 ringgit Malaysia sebagaimana dakwaan maupun tuntutan jaksa penuntut umum," kata Dwi, di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (11/10/2017).

Kemudian, Dwi Widodo membenarkan telah menerima uang sebesar Rp 535.157.102 dalam kurun waktu selama 2013-2016, sebagaimana yang didakwa dan di surat tuntutan.

Namun, ia membantah uang itu dimiliki dan dikuasai pribadi. Menurut dia, itu tak digunakan selain untuk pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), penerbitan calling visa, dan untuk kegiatan operasional bidang imigrasi pada KBRI Kuala Lumpur.

Kompas TV Ini Hasil Survei Anti Korupsi Tahun 2017
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com