Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Dianggap Berwenang Kembali Tetapkan Tersangka yang Statusnya Gugur di Praperadilan

Kompas.com - 27/09/2017, 19:57 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Widyaiswara Badan Diklat Kejaksaan, Adnan Paslyadja, menganggap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum menemui jalan buntu jika kalah dalam proses praperadilan yang diajukan tersangka.

KPK, kata dia, bisa menetapkan kembali tersangka yang digugurkan statusnya oleh hakim praperadilan.

"Bisa diajukan kembali (sebagai tersangka) sepanjang diperbaiki putusan hakim. Misalnya dianggap tidak sah penetapannya karena apa. Kalau diperbaiki yang tidak sahnya, menjadi benar," ujar Adnan dalam sidang praperadilan Setya Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (27/9/2017).

Adnan mencontohkan, penetapan tersangka dianggap tidak sah karena barang bukti yang didapat tidak sah.

Baca: Beredar Foto Setya Novanto di RS, KPK Minta Bantuan Pemeriksaan IDI

Dengan demikian, penyidikan bisa kembali dilakukan dengan penerbitan surat perintah penyidikan baru dan alat bukti baru di luar bukti yang tidak sah.

"Wewenangnya hanya hakim yang menganggap alat bukti cukup atau tidak," kata Adnan.

Sebelumnya, diatur dalam Pasal 83 ayat 2 KUHAP yang mengatur kewenangan penyidik serta penuntut umum mengajukan banding putusan praperadilan.

Namun, Mahkamah Agung kemudian mengeluarkan Peraturan MA Nomor 4 Tahun 2016 yang menyatakan bahwa putusan praperadilan dilarang, banding, kasasi, maupun PK tertanggal 26 April 2016.

Dengan demikian, penegak hukum tak bisa lagi mengajukan banding. Menurut Adnan, cara lainnya yakni dengan menerbitkan sprindik baru dengan alat bukti baru yang sah.

Baca juga: 
Soal Pemeriksaan, KPK Tunggu Kesehatan Setya Novanto Membaik

Setya Novanto mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka oleh KPK pada kasus korupsi pengadaan KTP elektronik atau e-KTP.

Dia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 17 Juli 2017 lalu.

Ketua Umum Partai Golkar itu diduga menguntungkan diri atau orang lain atau korporasi dan menyalahgunakan kewenangan dan jabatan, pada kasus e-KTP. /

Novanto sewaktu menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR diduga ikut mengatur agar anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun disetujui oleh anggota DPR.

Selain itu, Novanto diduga mengondisikan pemenang lelang dalam proyek e-KTP.

Bersama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, Novanto diduga ikut menyebabkan kerugian negara Rp 2,3 triliun.

Kompas TV Kontroversi Surat Tanda Periksa Setya Novanto
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

TNI AD Mengaku Siapkan Pasukan dan Alutsista untuk ke Gaza

TNI AD Mengaku Siapkan Pasukan dan Alutsista untuk ke Gaza

Nasional
Mitigasi Gangguan PDN, Ditjen Imigrasi Tambah 100 Personel di Bandara Soekarno-Hatta

Mitigasi Gangguan PDN, Ditjen Imigrasi Tambah 100 Personel di Bandara Soekarno-Hatta

Nasional
Pusat Data Nasional Diperbaiki, Sebagian Layanan 'Autogate' Imigrasi Mulai Beroperasi

Pusat Data Nasional Diperbaiki, Sebagian Layanan "Autogate" Imigrasi Mulai Beroperasi

Nasional
Satgas Judi 'Online' Akan Pantau Pemain yang 'Top Up' di Minimarket

Satgas Judi "Online" Akan Pantau Pemain yang "Top Up" di Minimarket

Nasional
Maju Pilkada Jakarta, Anies Disarankan Jaga Koalisi Perubahan

Maju Pilkada Jakarta, Anies Disarankan Jaga Koalisi Perubahan

Nasional
Bareskrim Periksa Pihak OJK, Usut soal Akta RUPSLB BSB Palsu

Bareskrim Periksa Pihak OJK, Usut soal Akta RUPSLB BSB Palsu

Nasional
Kemenkominfo Sebut Layanan Keimigrasian Mulai Kembali Beroperasi Seiring Pemulihan Sistem PDN

Kemenkominfo Sebut Layanan Keimigrasian Mulai Kembali Beroperasi Seiring Pemulihan Sistem PDN

Nasional
Indonesia Sambut Baik Keputusan Armenia Akui Palestina sebagai Negara

Indonesia Sambut Baik Keputusan Armenia Akui Palestina sebagai Negara

Nasional
Tanggapi Survei Litbang 'Kompas', Ketum Golkar Yakin Prabowo Mampu Bawa Indonesia Jadi Lebih Baik

Tanggapi Survei Litbang "Kompas", Ketum Golkar Yakin Prabowo Mampu Bawa Indonesia Jadi Lebih Baik

Nasional
Dispenad Bantah Mobil Berpelat Dinas TNI AD di Markas Sindikat Uang Palsu Milik Kodam Jaya

Dispenad Bantah Mobil Berpelat Dinas TNI AD di Markas Sindikat Uang Palsu Milik Kodam Jaya

Nasional
Berikan Dampak Perekonomian, Pertamina Pastikan Hadir di MotoGp Grand Prix of Indonesia 2024

Berikan Dampak Perekonomian, Pertamina Pastikan Hadir di MotoGp Grand Prix of Indonesia 2024

Nasional
Sejumlah Elite Partai Golkar Hadiri Ulang Tahun Theo Sambuaga

Sejumlah Elite Partai Golkar Hadiri Ulang Tahun Theo Sambuaga

Nasional
Soal Pengalihan Kuota Tambahan Haji Reguler ke Haji Khusus, Timwas DPR RI: Kemenag Perlu Mengkaji Ulang

Soal Pengalihan Kuota Tambahan Haji Reguler ke Haji Khusus, Timwas DPR RI: Kemenag Perlu Mengkaji Ulang

Nasional
Rapat dengan Kemenag, Timwas Haji DPR Soroti Masalah Haji 'Ilegal'

Rapat dengan Kemenag, Timwas Haji DPR Soroti Masalah Haji "Ilegal"

Nasional
Merespons Survei Litbang 'Kompas', Cak Imin Minta DPR Tak Berpuas Diri

Merespons Survei Litbang "Kompas", Cak Imin Minta DPR Tak Berpuas Diri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com