Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PT Pindad: BIN Pesan 517 Senjata Laras Panjang, Polri 5.000 Pucuk

Kompas.com - 25/09/2017, 10:33 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - PT Pindad membenarkan adanya pemesanan senjata yang dilakukan oleh Badan Intelijen Negara.

Menurut Sekretaris Perusahaan PT Pindad Bayu A. Fiantori, lembaga intelijen tersebut memesan 517 pucuk senjata.

"Benar, ada kontrak dengan PT Pindad untuk BIN, 517 (pucuk senjata)," kata Bayu kepada Kompas.com, Senin (25/9/2017).

Bayu mengatakan, 517 senjata laras panjang tersebut masih ada di PT Pindad dan belum dikirim.

(baca: Luruskan Pernyataan Panglima, Wiranto Sebut 500 Pucuk Senjata untuk Pendidikan BIN)

Selain itu, lanjut Bayu, Polri juga berencana memesan senjata dari perusahaannya sebanyak 5000 pucuk.

"Polisi yang rencananya 5000 pucuk tapi kontraknya belum ada," kata dia.

Bayu enggan menyebutkan jenis senjata yang dipesan oleh BIN dan Polri. Ia hanya menegaskan bahwa jenis senjata tersebut berbeda spesifikasinya dari yang dimiliki TNI.

"Speknya berbeda dari TNI, non militer lah," kata dia.

(baca: Sebar Isu Pembelian 5.000 Senjata, Panglima TNI Dinilai Sedang Berpolitik)

Sebelumnya, beredar rekaman suara Panglima TNI di media sosial saat berbicara dalam acara silaturahim Panglima TNI dengan purnawirawan TNI di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (22/9/2017).

Dalam rekaman itu, Panglima TNI menyebut adanya institusi nonmiliter yang membeli 5.000 pucuk senjata.

"Data-data kami, intelijen kami akurat," ucapnya.

Belakangan, Panglima TNI mengakui bahwa rekaman tersebut memang pernyataannya.

Namun, Gatot menegaskan bahwa pernyataan itu bukan untuk publik. Sehingga, ia tidak mau berkomentar lagi soal substansi pernyataan dalam rekaman itu.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto menegaskan pernyataan soal pembelian senjata tersebut tidak benar.

Ia mengakui ada kesalahan komunikasi antara Panglima TNI dengan Kepala BIN Jenderal Budi Gunawan dan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian. Namun, saat ini sudah diluruskan.

"Setelah saya panggil Kepala BIN, hubungi Panglima TNI, Kapolri dan institusi lain yang terkait masalah ini. Ternyata ini hanya masalah komunikasi yang tidak tuntas dalam hal pembelian senjata," kata Wiranto di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Minggu (24/9/2017).

(baca: Politisi PDI-P: Tidak Etis Panglima TNI Menyatakan akan Menyerbu Lembaga Tinggi Negara)

Wiranto membantah berbagai spekulasi yang beredar seperti Indonesia sedang dalam keadaan genting, karena ada suatu kelompok yang ingin menganggu ketertiban dan keamanan nasional.

"Saya kira kita tidak pada tempatnya menghubungkan dengan itu," kata Wiranto.

Bahkan, kata dia, senjata yang dibeli jumlahnya hanya 500 pucuk, bukan 5.000 pucuk senjata seperti yang sudah disampaikan oleh Panglima TNI.

"Setelah saya tanyakan, saya cek kembali, tenyata ini berhubungan dengan pembelian 500 pucuk senjata buatan PT Pindad yang diperuntukkan bagi sekolah intelejen BIN dan bukan buatan luar negeri," katanya.

Senjata itu juga dibeli oleh Badan Intelijen Negara (BIN) dan bukan institusi lain yang di luar kontrol Pemerintah dengan menggunakan APBN.

"Ini juga menggunakan anggaran APBN. Jadi bukan institusi lain yang di luar kontrol Pemerintah," ungkap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polri Serahkan Kasus TPPU Istri Fredy Pratama ke Kepolisian Thailand

Polri Serahkan Kasus TPPU Istri Fredy Pratama ke Kepolisian Thailand

Nasional
Evaluasi Arus Mudik, Jokowi Setuju Kereta Api Jarak Jauh Ditambah

Evaluasi Arus Mudik, Jokowi Setuju Kereta Api Jarak Jauh Ditambah

Nasional
Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

Prajurit TNI AL Tembak Sipil di Makassar, KSAL: Proses Hukum Berjalan, Tak Ada yang Kebal Hukum

Nasional
Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

Demokrat Tak Keberatan PKS Gabung Pemerintahan ke Depan, Serahkan Keputusan ke Prabowo

Nasional
Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

Polri Tangkap 28.861 Tersangka Kasus Narkoba, 5.049 di Antaranya Direhabilitasi

Nasional
Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

Soal Kekerasan di STIP, Menko Muhadjir: Itu Tanggung Jawab Institusi

Nasional
Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Pertamina Goes To Campus 2024 Dibuka, Lokasi Pertama di ITB

Nasional
Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

Demokrat Sudah Beri Rekomendasi Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jawa Timur

Nasional
14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

Nasional
Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Nasional
Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Nasional
Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Nasional
SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

Nasional
Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Nasional
Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta 'Rest Area' Diperbanyak

Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta "Rest Area" Diperbanyak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com