Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Nilai Tren Kecurangan Dana Program JKN Berpotensi Meningkat

Kompas.com - 15/09/2017, 07:31 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri mengatakan, besarnya anggaran yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) rawan kecurangan.

"Tren kecurangan atau korupsi JKN akan meningkat tahun mendatang. Karena BPJS Kesehatan akan mengelola dana yang sangat besar. Tahun 2016 sampai Rp 56 triliun," kata Febri di hotel Grand Sahid, Jakarta, Kamis (14/9/2017).

Menurut Febri, kecurangan yang patut diwaspadai adalah pengajuan pembayaran klaim oleh rumah sakit pemerintah maupun swasta kepada BPJS Kesehatan.

"Di situ celahnya, di mana pihak RS akan berlomba-lomba mengajukan klaim besar ke BPJS Kesehatan. Sementara BPJS belum miliki sistem yang andal untuk menyaring klaim-klaim tersebut," kata dia.

(Baca juga: Dugaan Kecurangan Program JKN, Pembayaran Klaim RS Patut Diwaspadai)

Contoh kecurangan yang dilakukan pihak RS, misalnya, penagihan biaya obat, penggunaan alat kesehatan, tindakan medis sampai rawat inap pasien yang tidak dilakukan tapi masuk dalam tagihan klaim BPJS.

"Ada pasien RS setelah pulang tagihan BPJS membengkak. Setelah dicek ada jumlah obat yang tidak dikonsumsi tapi ditagih, alat kesehatan yang tidak dipakai tapi ditagih, tindakan medis tidak diperoleh tapi ditagih, lama waktu menginap juga," ucap dia.

"Itu yang dilakukan RS untuk memperoleh pendapatan dari klaim. Itu bisa lolos dan dicairkan karena BPJS Kesehatan tidak melakukan verifikasi ke pasien. BPJS Kesehatan menerima dokumen tagihan begitu saja. Hanya 1 persen dari total klaim yang diverifikasi ke pasien," kata dia.

Karena itu, kata Febri, perlu pengawasan lebih dari pemerintah, seperti Badan Pemeriksa Keuangan dan Kementerian Kesehatan termasuk Dewan Pengawas BPJS Kesehatan.

"Kita tidak bisa banyak ungkap soal BPJS ini karena tidak bisa menemukan tapi ada indikasi. Karena susah dapat dokumen klaim itu. Pasien mengaku begitu," kata dia.

"Kami dorong BPJS Kesehatan dan Kementerian Kesehatan buka saja ke publik klaim-klaim yang sudah dibayarkan. Itu informasi publik kecuali rekam medis yang dirahasiakan," tutur dia.

Kompas TV Stop Pelayanan Kesehatan Diskriminatif (Bag 1)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com