JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tak ingin penyakit masa lalu yang pernah terjadi kembali menghinggapi Indonesia.
Hal tersebut disampaikan SBY saat menyampaikan pidato dalam acara syukuran hari ulang tahunnya yang ke-68 sekaligus syukuran hari ulang tahun ke-16 Partai Demokrat, di kediamannya di Cikeas, Jawa Barat, Sabtu (9/9/2017).
SBY menjelaskan, penyakit masa lalu tersebut, yakni kondisi politik, sosial, hukum dan ekonomi yang secara komulatif terbentuk sejak Indonesia merdeka.
SBY mengatakan, Indonesia patut melakukan refleksi sejarahnya. Sebab, pada Mei 2018, adalah genap 20 tahun reformasi Indonesia.
SBY mengingatkan, dahulu Indonesia mengalami krisis besar, dan nyaris menjadi negara gagal.
Presiden ke-enam RI itu menjabarkan beberapa penyebab krisis itu dan tuntutan saat ini.
"Di masa silam kita harus memilih. Pilih Ekonomi atau pilih demokrasi," kata SBY.
Sekarang, lanjut SBY, negara mesti bisa menghadirkan kedua-duanya. Ekonomi negara, menurut dia, makin kuat merata dan tidak merusak lingkungan hidup.
Namun tetap menjamin tegaknya nilai-nilai demokrasi.
Di masa silam, lanjut SBY, seolah kita harus memilih stabilitas politik dan keamanan atau kebebasan.
"Sekarang, negara mesti bisa menjamin tegaknya stabilitas politik dan keamanan tanpa harus menghilangkan hak rakyat untuk dapat menyampaikan pandangan dan suaranya," ujar SBY.
Di masa silam rakyat diminta sabar dan mau menerima keadaan pembangunan yang belum merata, karena negara harus meningkatkan dulu pertumbuhan ekonominya.
Di masa silam dalam kehidupan dalam kehidupan politik, aparat negara termasuk TNI, Polri dan BIN, sering tidak netral dan berpihak kepada penguasa dan partai politik tertentu.
"Sekarang, sesuai amanah reformasi, rakyat menghendaki negaranya adil. TNI, Polri serta BIN menjadi milik semua, milik rakyat Indonesia dan tidak menjadi perpanjangan kepentingan pihak-pihak tertentu," ujar SBY.
Di masa silam, lanjut SBY lagi, pemilihan umum dan pilkada dinilai tidak adil dan tidak demokratis karena aparat negara termasuk TNI, Polri dan BIN berpihak alias tidak netral.