JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR M Nasir Djamil menilai, korupsi di peradilan yang masih terus terjadi salah satunya karena sistem pengawasan internal Mahkamah Agung yang belum maksimal.
Menurut dia, perlu dilakukan evaluasi terhadap sistem pengawasan tersebut.
Saat ini, MA memiliki Badan Pengawas (Bawas). Namun, Bawas bertanggung jawab kepada Sekretaris MA.
Menurut Nasir, perlu ada unsur Pimpinan MA yang ditunjuk sebagai Wakil Ketua Bidang Pengawasan.
Baca: Hakim yang Ditangkap KPK Diduga Buang Uang Suap ke Halaman Rumah
Saat ini, Ketua MA hanya memiliki dua wakil, yakni wakil bidang yudisial dan non-yudisial.
"Saya mengusulkan agar ada salah satu dari pimpinan MA yang jadi wakil ketua bidang pengawasan," kata Nasir, saat dihubungi, Jumat (8/9/2017).
Dengan adanya wakil ketua bidang pengawasan, maka hakim yang duduk pada posisi tersebut bisa memerintahkan kepada ketua-ketua pengadilan tinggi untuk melakukan pembinaan, pembinaan berkelanjutan dapat dilakukan lagi oleh para ketua pengadilan tinggi kepada bawahannya.
Meski demikian, Nasir menekankan, wakil ketua bidang pengawasan harus seseorang yang memang dikenal baik dan tidak memiliki persoalan.
Selama ini, dalam koordinasi Komisi III dengan MA, pihak MA kerap beralasan bahwa meski kasus terkait lembaga peradilan masih terjadi, jumlahnya sudah berkurang. Terutama yang berkaitan dengan hakim.
Baca: Kronologi OTT KPK terhadap Hakim dan Panitera PN Bengkulu
Selain itu, Nasir menilai, pembinaan karir dan mental harus berjalan beriringan. Dengan demikian, para hakim memiliki pola sikap yang mendukung reformasi di tubuh MA.
"Jadi pola pikir, pola sikap yang tidak ingin mengembalikan peradilan menjadi peradilan yang agung itu memang harus dievaluasi oleh MA," kata Nasir.
KPK telah menetapkan hakim anggota Pengadilan Negeri Tipikor Bengkulu Dewi Suryana, panitera pengganti di PN Tipikor Bengkulu Hendra Kurniawan, dan seorang PNS bernama Syuhadatul Islamy sebagai tersangka dalam kasus ini.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, setelah melakukan pemeriksaan 1x24 jam dilanjutkan gelar perkara, disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan janji atau hadiah.
"Maka KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan serta menetapkan tiga orang tersangka yaitu DSU, HKU, dan SI," kata Basaria.
Sebagai pihak yang diduga penerima suap, DSU dan HKU disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c dan/atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara sebagai pihak yang diduga sebagai pemberi suap, SI disangka melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a atau b dan/atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.