Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bareskrim Bongkar Penyelundupan Bibit Wortel Ilegal dari China

Kompas.com - 22/08/2017, 16:02 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri mengungkap penyelundupan 170 rol bibit wortel yang diimpor secara ilegal dari China.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya mengatakan, dalam kasus ini, pihaknya telah menetapkan dua tersangka berinisial S dan NFS.

"Penyelundupan bibit wortel ilegal dari Negeri Tirai Bambu, China, tanpa dilengkapi izin Kementerian Pertanian yang kemudian diedarkan kepada petani oleh tersangka S," ujar Agung melalui keterangan tertulis, Selasa (22/8/2017).

Kemudian, penyidik menggeledah gudang milik S pada Sabtu (19/8/2017) di Pusat Pergudangan Romo Kalisari, Kecamatan Benowo, Surabaya.

Gudang tersebut diduga digunakan S sebagai tempat penyimpanan bibit wortel yang diimpor secara ilegal dengan cara dimasukkan ke dalam koper. Ia dibantu oleu NFS untuk membawa bibit itu melalui pesawat di bandar udara Juanda, Surabaya.

Diketahui, tersangka telah mengimpor bibit wortel ilegal dari China sebanyak dua kali.

Pertama, pada 19 April sebanyak 50 roll dan pada 19 Mei 2017 sebanyak 120 rol. Bibit tersebut kemudian dibudidayakan di daerah Banjarnegara, Jawa Tengah dan Batu, Malang, Jawa Timur.

S kemudian bekerja sama dengan petani di daerah tersebut untuk mengelola bibit.

"Bentuk kerja sama yang dilakukan yaitu para petani diberikan bibit secara gratis untuk dibudidaya kemudian seluruh hasil panen harus dijual kepada PT Sinar Abadi sesuai dengan harga yang disepakati," kata Agung.

Hingga saat ini, S berhasil mendapatkan hasil panen sebanyak 3,5 ton wortel varietas asing yang telah disimpan di gudang miliknya. Dari sana, tersangka meraup keuntungan yang besar.

Ia diduga berbuat curang dengan mengemas wortel dengan menggunakan kemasan, seolah-olah wortel impor siap konsumsi dengan harga tinggi.

Tindakan tersebut merugikan pemerintah karena melanggar kebijakan impor yang diatur untuk menjaga stabilitas pangan.

Selain itu, pelaku usaha lain juga menerima dampak kerugian tersebut dengan adanya impor bibit wortel ilegal yang harganya jauh lebih murah. Pihak konsumen dirugikan karena tertipu dengan membeli wortel impor dengan harga tinggi.

"Padahal ternyata bibit wortel ilegal tersebut ditanam di Dieng, Jawa Tengah, dan juga kandungan dari wortel tersebut belum bisa dipastikan mengenai keamanan pangan dan dampak lainnya," kata Agung.

(Baca juga: Polisi Gerebek Gudang Penimbunan Bawang Putih dari China di Cilacap)

Semestinya, kata Agung, sebelum diimpor, bibit wortel didaftarkan terlebih dahulu baik ke Kementerian Pertanian maupun instansi lain untuk dilakukan penelitian dan uji laboraturium.

Hal ini diperlukan untuk memastikan keamanan pangan dan dampak lain yang timbul masyarakat maupun terhadap lingkungan. Setelah dinyatakan aman, baru bisa diimpor untuk dibudidaya dan dijual ke masyarakat.

Tersangka S dan NFS diduga melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 126 ayat (1) jo Pasal 35 UU No 13 tahun 2010 tentang Holtikultura.

"Penyidik akan terus melakukan pengembangan untuk menemukan pihak-pihak yang membantu pelaku untuk menyelundupkan bibit wortel ilegal asal China tersebut," kata Agung.

Kompas TV TNI AL Sita 25 Ton Bawang Ilegal di Kapal yang Kandas
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com