Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

OJK Ingatkan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal Bisa Pakai Entitas Legal

Kompas.com - 10/08/2017, 17:04 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan industri penyedia jasa keuangan bahwa pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal juga bisa dilakukan oleh perusahaan atau entitas bisnis legal.

Lantas, apa yang harus dilakukan oleh industri jasa keuangan agar tak menjadi sarana atau fasilitator pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal?

Kepala Grup Penanganan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme OJK Heni Nugraheni mengatakan, penyedia jasa keuangan perlu memahami bahwa target pencegahan pengembangan senjata pemusnah massal dilakukan terhadap keseluruhan jaringannya.

"Tidak hanya proliferatornya (pihak pengembang) saja, tetapi juga supporters (pendukung) dan support structures (struktur pendukung), serta asetnya," kata Heni di Jakarta, Kamis (10/8/2017).

Proliferator atau pengembang senjata pemusnah massal ini bisa berupa individu atau organisasi. Sedangkan support structures bisa berupa penyandang dana (financiers), pendukung logistik, front company, serta jasa pengiriman (shipping lines and suppliers).

Jaringan proliferasi senjata pemusnah massal tersebut bisa memanfaatkan sektor keuangan baik secara formal maupun informal.

Sebab, kata Heni, entitasnya bisa berupa entitas legal, tetapi sebetulnya bisnisnya hanya dijadikan kedok untuk mendanai pengembangan senjata pemusnah massal.

"Ada banyak sekali perusahaan-perusahaan fiktif yang digunakan sebagai kedok untuk generate income atau membuat alur jaringan supaya mendapatkan bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan senjata pemusnah massal," ucap Heni.

Jaringan proliferasi senjata pemusnah massal juga sangat mungkin melakukan transaksi sah dan legal. Ini dikarenakan bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan senjata pemusnah massal tersedia di pasar secara bebas dan terbuka.

Heni menambahkan, jaringan tersebut sering menggabungkan mekanisme yang legal dan yang ilegal.

"Misalnya, melakukan transaksi dalam sistem keuangan secara sah. Namun, menggunakan perantara gelap, perusahaan cangkang (shell companies), dan pialang perdagangan ilegal," ujar Heni.

(Baca juga: PPATK Blokir Aset Penyandang Dana Pengembangan Senjata Pemusnah Massal)

Setelah memahami bagaimana jaringan proliferasi senjata pemusnah massal bekerja, Heni berharap penyedia jasa keuangan bisa melakukan identifikasi dan pemantauan terhadap data, informasi, serta transaksi dari setiap nasabah.

Misalnya, dengan melakukan CDD (customer due diligence) atau proses identifikasi terhadap calon nasabah, nasabah, atau beneficial owner (BO).

Beneficial owner juga perlu diperhatikan. Sebab, kata Heni, umumnya pelaku kejahatan tidak suka tampil di depan, melainkan dua-tiga lapis di belakang.

"Apa lini usaha atau bisnis utama nasabah? Siapa dan bagaimana rekanan bisnis nasabah yang sering bertransaksi dengan nasabah? Masuk akal tidak dengan lini bisnis utamanya? Misalnya restoran. Kenapa dia beli bahan kimia ya?," kata Heni, mencontohkan.

Penyedia jasa keuangan, lanjut Heni, juga harus memahami bagaimana jenis dan ukuran transaksi yang biasa dilakukan nasabah. Sehingga apabila ada transaksi yang di luar kebiasaan (unusual) bisa langsung dideteksi.

Kompas TV OJK akan Hapus Aturan Batas Atas Bunga Deposito Bank
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com