JAKARTA, KOMPAS.com - Mayoritas publik merasa puas atas langkah Kepolisian dan Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam menangkap para pelaku kejahatan narkotika.
Hal itu terlihat dari hasil survei yang dilakukan Litbang Kompas pada 2-4 Agustus 2017.
Peneliti Litbang Kompas, Andreas Yoga Prasetyo mengatakan, sebanyak 68,4 persen responden merasa puas atas kinerja Polri dan BNN.
"Bahkan, dua dari tiga responden jajak pendapat ini menyatakan puas terhadap kinerja BNN," ujar Andreas seperti dikutip dari Harian Kompas, Selasa (8/8/2017).
Jerat narkoba mencengkeram hampir semua lapisan masyarakat. Andreas mengatakan, para bandar dan jaringannya tidak segan-segan melibatkan oknum aparat untuk kongkalingkong, mulai dari polisi, militer, sampai petugas lembaga pemasyarakatan.
BNN pernah menangkap Komandan Pangkalan TNI Angkatan Laut yang kedapatan mengonsumsi narkoba.
Pertengahan Juli lalu, Kepala Pos Polisi Perairan diduga mengamankan penyelundupan 45,5 kg sabu lewat pantai yang dia awasi dengan upah Rp 125 juta.
"Cara kerja pengedar narkoba yang semakin canggih membuat proses penyelundupan narkoba ke negara ini semakin hari semakin rapi sehingga bisa mengecoh aparat," kata Andreas.
Penegakan hukum yang efektif itu berbanding lurus atas persepsi masyarakat terkait ketegasan pemerintah memerangi narkoba.
Berdasarkan hasil survei, sebanyak 61,2 persen responden menilai pemerintah sudah tegas dalam memberantas narkoba.
Sementara 38,2 persen responden menyatakan pemerintah tidak tegas.
Ketegasan tersebut ditunjukkan dari penekanan Presiden Joko Widodo yang menyatakan perang terhadap narkoba.
Bahkan, menetapkan Indonesia dalam kondisi darurat narkoba.
Meskipun begitu, langkah pemerintah mengantisipasi peredaran narkoba dianggap masih lamban.
Terutama aspek perkembangan teknologi pengolahan zat-zat adiktif berikut turunannya. Berdasarkan laporan BNN dunia, ada 644 jenis zat psikoaktif baru.
Di Indonesia, beredar 53 jenis narkoba. Namun, yang masuk Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika baru 40 jenis.
Masih ada 13 jenis NPS yang belum masuk sebagai jenis narkoba. Keterlambatan regulasi membuat NPS leluasa diedarkan di Indonesia tanpa sentuhan hukum.
"Contoh NPS yang dikenal masyarakat adalah tembakau Gorilla (cannabinoidderivatives) yang sempat diperjualbelikan lewat media sosial, blue sapphire, dan methylone," kata Andreas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.