Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Netizen Cenderung Abai Hukum karena Dibutakan Kebencian

Kompas.com - 07/08/2017, 14:00 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Konten ujaran kebencian, informasi tidak benar atau hoax, dan menyudutkan etnis tertentu semakin marak dijumpai di media sosial.

Padahal, Satgas Cyber Crime Polri secara aktif melakukan patroli di media sosial. Sejumlah pengguna media sosial ditangkap terkait konten yang dianggap mengandung unsur pidana.

Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Pol Fadil Imran mengatakan, dalam dua bulan terakhir, setidaknya 12 orang ditangkap terkait penyebaran konten ujaran kebencian, hoax, dan bersinggungan SARA melalui media sosial.

Kasus teranyar, yakni penangkapan ibu rumah tangga bernama Sri Rahayu Ningsih (32). Ia mengunggah konten terkait suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Selain itu, terdapat konten penghinaan Presiden Joko Widodo yang diunggah di akun Facebook pribadinya.

(baca: Jokowi: Stop Penyebaran Berita Bohong, Fitnah, dan Kebencian di Medsos)

Sebagian besar kasus penangkapan yang terungkap terkait penghinaan terhadap pemerintah, khususnya presiden.

Pengamat Media Sosial, Nukman Luthfie mengatakan, masyarakat sebenarnya sadar akan ancaman hukum yang mengintai atas "kenakalan" jari-jari mereka.

Namun, ada alasan tertentu yang membuat netizen masih terpancing mengunggah konten bernada ujaran kebencian, menyinggung SARA, bahkan hoax.

"Mungkin kebencian yang membuat orang tidak bisa mengontrol sehingga diumbar begitu saja," ujar Nukman kepada Kompas.com, Senin (7/8/2017).

Nukman mengatakan, netizen harus bisa mengontrol diri agar tidak mengunggah sesuatu yang sensitif.

(baca: Jusuf Kalla Awalnya Tak Ingin Laporkan Dugaan Fitnah ke Polisi)

Jika kebablasan, tak hanya dihakimi oleh media sosial, mereka juga dihakimi oleh penegak hukum sesungguhnya.

Namun, netizen seperti tidak belajar dari kasus-kasus sebelumnya. Menurut Nukman, netizen cenderung mengabaikan hukum karena diliputi dorongan kuat membenci pihak tertentu.

"Kalau kamu sadar, biasanya postingannya akan lebih hati-hati. Kecuali niatnya ngetes, dibutakan kebencian," kata Nukman.

"Makanya, 'hati-hati' hanya berlaku buat yang masih waras, belum termakan emosi," lanjut dia.

Kasus-kasus berikut mewakili kasus lainnya yang ditangani Bareskrim Polri dan unit kepolisian lainnya terkait ujaran kebencian kepada pemerintah maupun diskriminasi agama dan etnis tertentu.

1. Ropi Yatsman

Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap Ropi Yatsman (36), pemilik akun Facebook yang mengunggah konten penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo.

Selain Jokowi, Ropi mengedit foto sejumlah pejabat, termasuk  mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Ropi menggunakan akun alter dengan nama Agus Hermawan dan Yasmen Ropi di Facebook untuk memposting konten bernada kebencian kepada pemerintah.

Ia juga sebagai admin dari akun grup publik Facebook Keranda Jokowi-Ahok. Atas perbuatannya, Ropi telah divonis 15 bulan penjara.

2. Ki Gendeng Pamungkas

Paranormal Ki Gendeng Pamungkas membuat video sepanjang 54 detik yang yang memuat unsur kebencian yang bersifat rasial. Video itu dibuatnya pada 2 Mei 2017.

Selain video, Ki Gendeng juga memproduksi atribut seperti kaus, stiker, jaket, hingga kantong plastik bermuatan kebencian suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Bahkan, Ki Gendeng membagikan atribut berkonten SARA itu kepada orang-orang di lingkungannya.

Kepada polisi, ia mengaku sudah lama memendam kebencian terhadap etnis tertentu.

Saat ini, berkas perkara Ki Gendeng telah dinyatakan lengkap dan tengah menunggu proses persidangan.

3. Admin @Muslim_cyber1

Polisi menangkap HP, admin akun Instagram @muslim_cyber1, karena dianggap mengunggah konten berita bohong atau hoax terkait Kepala Polri Jenderal Pol Tito Karnavian.

Ia menyebar hoax chat WhatsApp antara Tito dan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono.

Tak hanya itu, HP juga mengunggah foto-foto bermuatan SARA, fitnah, serta ujaran kebencian.

Dalam sehari, akun tersebut bisa mengunggah tiga hingga lima gambar provokatif yang seluruhnya menyinggung ras dan suku tertentu.

Selain HP, ada 18 admin lain yang mengoperasikan akun tersebut. Namun, baru HP yang dipidanakan karena polisi masih menelusuri keterlibatan admin lainnya.

HP diketahui bukan anggota ormas tertentu, namun ia beberapa kali berpartisipasi dalam acara yang digelar ormas Islam.

4. Penulis buku Jokowi Undercover

Ujaran kebencian tak hanya disebarkan melalui media sosial. Bambang Tri Mulyono menumpahkan tulisan mengenai Joko Widodo dalam buku terbitan sendiri berjudul Jokowi Undercover.

Buku tersebut hanya dijual beli secara online melalui akun Facebook Bambang.

Namun, Bambang kemudian ditangkap polisi karena isi buku itu dianggap berisi informasi hoax dan ujaran kebencian terhadap Jokowi.

Dalam bukunya, Bambang menyebut Jokowi telah memalsukan data saat mengajukan diri sebagai calon presiden 2014 lalu.

Ia juga menyebut Desa Giriroto, Boyolali, merupakan basis Partai Komunis Indonesia terkuat se-Indonesia, padahal PKI telah dibubarkan sejak 1966.

Bambang menuliskannya seolah-olah hal tersebut nyata tanpa memiliki dokumen pendukung tulisannya itu.

Selain itu, Bambang menyebut bahwa sosok Jokowi dan Jusuf Kalla muncul atas keberhasilan media massa dan melakukan kebohongan terhadap rakyat.

Menurut Kapolri, apa yang Bambang tuliskan dalam bukunya murni persepsi dan perkiraan pribadinya, bukan berdasarkan data yang jelas dan keahlian yang sesuai.

5. Tamim Pardede

Muhammad Tamim Pardede (45) ditangkap lantaran mengunggah video di Youtube yang memuat penghinaan terhadap Presiden dan Kapolri.

Dalam salah satu videonya, Tamim menyebut bahwa Jokowi berpihak pada blok komunis. Ia juga menyatakan bahwa Tito termasuk antek Jokowi yang berpaham komunis.

Ia lantas menantang polisi untuk menangkapnya.

"Kalau Jokowi memerintahkan anteknya yang bernama Tito Karnavian dan pasukannya untuk menangkap saya, saya tidak akan tinggal diam. Jangan harap polisi bisa bawa saya hidup-hidup," ujar Tamim dalam video berdurasi hampir 4 menit itu.

6. Muhammad Faisal Tanong

Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menindak Muhammad Faisal Tanong (44) secara hukum lantaran mengunggah konten bermuatan ujaran kebencian di akun media sosialnya.

Berdasarkan penelusuran di Facebook, sebagian besar gambar yang diunggah berisi tudingan Jokowi adalah keluarga dari Partai Komunis Indonesia (PKI).

Selain itu, Faisal juga menyinggung soal fraksi yang mendukung maupun menolak ambang batas parlemen dan ajakan untuk menjatuhkan partai tertentu.

Ada juga konten berisi penghinaan kepada Polri dan Kapolri. Selain itu, beberapa gambar dan tulisan yang diunggah dinilai menyinggung SARA dan ujaran kebencian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Putus Internet ke Kamboja dan Filipina, Menkominfo: Upaya Berantas Judi 'Online'

Putus Internet ke Kamboja dan Filipina, Menkominfo: Upaya Berantas Judi "Online"

Nasional
Pemerintah Putus Akses Internet Judi 'Online' Kamboja dan Filipina

Pemerintah Putus Akses Internet Judi "Online" Kamboja dan Filipina

Nasional
Upaya Berantas Judi 'Online' dari Mekong Raya yang Jerat 2,3 Juta Penduduk Indonesia...

Upaya Berantas Judi "Online" dari Mekong Raya yang Jerat 2,3 Juta Penduduk Indonesia...

Nasional
Keamanan Siber di Pusat Data Nasional: Pelajaran dari Gangguan Terbaru

Keamanan Siber di Pusat Data Nasional: Pelajaran dari Gangguan Terbaru

Nasional
Tanggal 26 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Letjen Suryo Prabowo Luncurkan Buku 'Mengantar Provinsi Timor Timur Merdeka Menjadi Timor Leste'

Letjen Suryo Prabowo Luncurkan Buku "Mengantar Provinsi Timor Timur Merdeka Menjadi Timor Leste"

Nasional
Resmikan Destinasi Wisata Aglaonema Park di Sleman, Gus Halim: Ini Pertama di Indonesia

Resmikan Destinasi Wisata Aglaonema Park di Sleman, Gus Halim: Ini Pertama di Indonesia

Nasional
Drag Fest 2024 , Intip Performa Pertamax Turbo untuk Olahraga Otomotif

Drag Fest 2024 , Intip Performa Pertamax Turbo untuk Olahraga Otomotif

Nasional
2.000-an Nadhliyin Hadiri Silaturahmi NU Sedunia di Mekkah

2.000-an Nadhliyin Hadiri Silaturahmi NU Sedunia di Mekkah

Nasional
TNI AD: Prajurit Gelapkan Uang untuk Judi 'Online' Bisa Dipecat

TNI AD: Prajurit Gelapkan Uang untuk Judi "Online" Bisa Dipecat

Nasional
Airlangga Yakin Jokowi Punya Pengaruh dalam Pilkada meski Sebut Kearifan Lokal sebagai Kunci

Airlangga Yakin Jokowi Punya Pengaruh dalam Pilkada meski Sebut Kearifan Lokal sebagai Kunci

Nasional
TNI AD Mengaku Siapkan Pasukan dan Alutsista untuk ke Gaza

TNI AD Mengaku Siapkan Pasukan dan Alutsista untuk ke Gaza

Nasional
Mitigasi Gangguan PDN, Ditjen Imigrasi Tambah 100 Personel di Bandara Soekarno-Hatta

Mitigasi Gangguan PDN, Ditjen Imigrasi Tambah 100 Personel di Bandara Soekarno-Hatta

Nasional
Pusat Data Nasional Diperbaiki, Sebagian Layanan 'Autogate' Imigrasi Mulai Beroperasi

Pusat Data Nasional Diperbaiki, Sebagian Layanan "Autogate" Imigrasi Mulai Beroperasi

Nasional
Satgas Judi 'Online' Akan Pantau Pemain yang 'Top Up' di Minimarket

Satgas Judi "Online" Akan Pantau Pemain yang "Top Up" di Minimarket

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com