Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenang Tragedi Kudatuli, PDI-P Gelar Wayang

Kompas.com - 29/07/2017, 11:17 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menggelar Wayang Kulit dalam rangka Peringatan Tragedi 27 Juli 1996 atau yang populer disebut kudatuli.

Saat itu, para pendukung Soerjadi yang merupakan Ketua Umum PDI hasil Kongres Medan periode 1996-1998 menyerbu dan berusaha menguasai kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro 58, Jakarta, yang dikuasai pendukung Megawati Soekarnoputri.

Adapun Megawati merupakan Ketua Umum PDI hasil kongres Surabaya untuk periode 1993-1998.

Wayang dengan lakon Abimanyu Ranjam, oleh Ki Dalang Warseno Slank, digelar di Lapangan Parkir Kantor DPP PDI Perjuangan, Lenteng Agung, Jumat (28/7/2017) malam. Lakon ini menggambarkan perjuangan anak muda yang gagah berani dalam memperjuangkan kebenaran.

Sekjen DPP PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan, karakter ini lah yang dijalankan PDI ketika diintervensi oleh pemerintahan Orde Baru yang otoriter.

"Puncak intervensi itu terjadi pada 27 Juli 1996. Dalam peristiwa Kudatuli, kita lihat PDI mencoba dihabiskan oleh pemerintah dengan mengambil alih kantor secara paksa," kata Hasto dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (29/7/2017).

Baca juga: PDIP Buka Pendaftaran Pilkada Jateng, Ganjar Tunggu Sinyal

"Kantor adalah simbol dan tempat pusat pengorganisasian dalam menjalankan semua kegiatan partai. Ini yang coba diambil alih," tambah Hasto.

Menurut Hasto, pengambilalihan kantor itu menunjukkan pemerintahan Soeharto mencoba membungkam suara arus bawah yang diperjuangkan PDI di bawah kepemimpinan Megawati Soekarnoputri.

Kemudian banyak yang memberikan masukan kepada Megawati. Salah satunya Sekjen PDI saat itu, Alex Litay, bahwa peristiwa itu adalah momentum politik untuk melakukan revolusi. Namun, Megawati percaya perjuangan tak bisa dilakukan dengan kekerasan dan melanggar hukum.

"Maka Ibu Mega katakan tak akan lakukan revolusi. Tapi akan lakukan gugatan hukum," kenang Hasto.

Menurut Hasto, Megawati tetap optimistis hukum bisa berlaku adil meskipun polisi, kejaksaan pengadilan dan hakim saat itu dikuasai penguasa.

"Dan akhirnya keyakinan Ibu Mega ini terbukti ketika di Riau sana ada yang melihat kebenaran demokrasi arus bawah, dengan berani dia katakan PDI-P di bawah Ibu Mega meski pun kantornya diambil paksa tetap yang sah secara politik dan hukum," ucap Hasto.

Hasto mengingatkan, seluruh kader PDI-P untuk belajar dari sejarah. Meski ditekan oleh penguasa, namun dengan perjuangan, PDI-P bisa bertahan. 

"Jadi salah besar kalau dinilai dan dituduh bahwa PDI-P sama dengan PKI karena sangat tegas dan kokoh PDIP di bawah Pancasila. Yang membuat tuduhan tak benar itu bagaikan Sengkuni dalam dunia pewayangan," ucap Hasto.

Kompas TV Megawati: TNI dan Polri Tak Perlu Berpolitik
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com