JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius mengatakan, banyak masyarakat Indonesia yang datang ke daerah konflik untuk ikut berperang.
Sebagian besar dari mereka, datang membawa istri serta anak-anaknya.
Di daerah konflik, anak-anak itu juga diajarkan menembak, merakit bom, bahkan membunuh. Hal ini, menurut Suhardi, menjadi salah satu tugas berat pihaknya.
"Jadi anak-anak semacam ini yang sudah dididik (terorisme), kemudian kembali ke Indonesia berbahaya ngga?" kata Suhardi dalam Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) II Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hari kedua di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta Utara, Kamis (20/7/2017).
(baca: Menhan: Enggak Usah Balik, Berjuang Saja Sampai Mati di Sana)
Menurut Suhardi, saat ini masyarakat terbagi ke dalam berbagai kelompok. Salah satunya, masyarakat yang lebih memilih bersikap diam atas kondisi di sekitarnya. Kelompok ini dikenal dengan istilah silent majority.
Suhardi menilai, persoalan terorisme juga menjadi permasalahan bersama. Peran keluarga dan lingkungan sekitar menjadi salah satu kunci pencegahan.
(baca: GP Ansor: Mereka Sudah Menolak NKRI, Gabung ISIS, Tak Usah Diterima)
Ia juga berharap, kelompok silent majority juga ikut aktif berperan mencegah berkembangnya terorisme.
"Ini yang menjadi pemikiran kita nanti, mereka pulang-pulang umur sekian, enam sampai 10, atau 15 tahun, misalnya dilatih menembak, memanah," kata Suhardi.
"Kalau mereka nanti selesai berperang lalu balik ke Indonesia, mereka (anak-anak tersebut) bukan main kelereng lagi nanti, dengan mind set seperti itu, itu adalah tugas kita mencegah," tambah dia.
(Baca: Sejak 2015, 430 WNI yang Diduga Simpatisan ISIS Dideportasi dari Turki)
Kementerian Luar Negeri menyebut, sepanjang 2015-2017, ada 430 WNI yang dideportasi dari Turki. Rinciannya, 193 WNI di tahun 2015, 60 WNI di tahun 2016 dan 177 WNI di tahun 2017.
Meski begitu, WNI yang dideportasi itu belum bisa dipastikan sebagai simpatisan ISIS dan hendak menyebrang ke Suriah. Perlu ada pemeriksaan lebih lanjut apakah mereka terkait ISIS dan terancam sanksi pidana.