JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi VIII DPR RI Ali Taher Parasong menilai, pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) cenderung terburu-buru.
Kementerian Hukum dan HAM sudah mencabut status badan hukum HTI.
"Menurut pandangan saya pemerintah jangan terlalu cepat mengambil langkah-langkah pembubaran jika belum diketemukan alat bukti yang cukup," kata Ali di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (19/7/2017).
(baca: Ormas Apa yang Akan Dibubarkan Setelah HTI? Ini Jawaban Jokowi)
Menurut dia, pemerintah cenderung melihat perlu ada pencegahan dini terhadap ormas.
Namun, Ali menegaskan perlu tetap ada objektivitas bahwa setiap ormas memiliki hak hukum.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengaku khawatir ada dampak sosial yang terbawa pasca-dibubarkannya HTI, terutama terhadap ormas lainnya.
Misalnya, terkait tafsir "ormas yang tidak Pancasilais" dalam UU Ormas.
"Pertanyaannya adalah ukuran Pancasilais itu apa? Kan sangat subjektif. Kalau saya mengaku Pancasilais, kemudian dia paling hebat Pancasilais? Kan tidak. Justru yang mengatakan Pancasilais menurut saya tidak Pancasilais," tutur Ali.
"Sepanjang dia tidak menganggu negara dalam konteks merusak tatanan sosial itu dapat berlangsung secara sosial," sambungnya.
(baca: HTI Resmi Dibubarkan Pemerintah)
Menurut Ali, ada dua langkah hukum yang bisa ditempuh HTI atau ormas lainnya yang nantinya juga dibubarkan.
Pertama, menempuh jalur hukum di pengadilan. Kedua, menunggu proses di DPR.
Sebab, Perppu tentang Organisasi Masyarakat yang diterbitkan pemerintah mesti mendapat persetujuan dari DPR agar bisa menjadi undang-undang.
"DPR akan memutuskan setuju atau enggak setuju tergantung pada posisi konfigurasi politik pada saat perppu itu dibahas DPR," tuturnya.