JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta anggota Panitia Khusus Hak Angket KPK, Mohammad Misbakhun, membaca hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) secara utuh.
Hal itu dikatakan Juru Bicara KPK Febri Diansyah, saat menanggapi tuduhan penggelembungan anggaran atau mark up pada pembangunan Gedung KPK.
"Kami berharap pihak-pihak yang membaca audit BPK itu dibaca secara utuh, dan tidak digunakan dengan bahasa yang justru jadi tuduhan," ujar Febri, di Gedung KPK Jakarta, Selasa (11/7/2017).
Sebelumnya, Misbakhun menyampaikan, ada sejumlah temuan dari hasil audit BPK terkait KPK.
Baca: Ketua KPK Pertanyakan Data Misbakhun soal Pengangkatan 17 Penyidik
Salah satunya, dugaan mark up pada pembangunan Gedung KPK.
"Mark up pembangunan Gedung KPK sebesar Rp 600 juta dan itu dikembalikan. Tapi kan berarti sudah ada mark up," kata Misbakhun di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa.
Temuan tersebut didasari pada hasil audit BPK pada 2017.
"Masa bayar bangun Gdung KPK ada mark up. Dan itu audit BPK bukan kata saya," kata Politisi Partai Golkar itu.
Menurut Febri, pada hasil audit BPK memang ditemukan adanya lebih bayar kepada pihak kontraktor.
Baca: Misbakhun Permasalahkan 17 Penyidik KPK
Saat itu, BPK merekomendasikan agar dilakukan penagihan kembali atau tindak lanjut terhadap temuan itu.
Temuan itu sudah diselesaikan oleh pihak kontraktor dan kelebihan bayar telah dikembalikan.
Bahkan, menurut Febri, untuk kepentingan perbaikan ke depan, KPK pernah meminta opini lain dari pihak-pihak yang mempunyai kewenangan dan kapasistas tentang perhitungan biaya konstruksi.
"Misalnya karena ada diskusi dan perdebatan terkait perhitungan biaya beton. Misalnya, apakah memasukkan besi pada beton atau tidak, dan itu sudah didiskusikan juga sebelumnya," kata Febri.
Dengan demikian, lanjut Febri, tidak ada dugaan mark up dalam hasil audit BPK.
Temuan tentang lebih bayar karena perbedaan cara perhitungan itu segera ditindaklanjuti dengan cepat.
"Terkait temuan terhadap gedung, saya kira itu kekeliruan yang mendasar ketika dikatakan ada mark up misalnya," kata Febri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.