Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Persekusi Tak Lepas dari "Hatespeech"

Kompas.com - 04/06/2017, 19:50 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Dewan Kehormatan Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) Taufik Basari menilai, munculnya tindakan persekusi tak lepas dari adanya ujaran kebencian (hatespeech) di media sosial.

Taufik menilai, ujaran kebencian dilakukan oleh pihak kelompok yang hendak melakukan persekusi untuk menentukan sasarannya. Kelompok tersebut menggunakan ujaran kebencian untuk membangun persepsi di masyarakat. Setelah sasaran ditentukan, kelompok ini kemudian melakukan perburuan.

"Setelah menemukan sasaran, mereka melakukan perburuan, mengintimidasi, melakukan kekerasan, bahkan sampai pola yang agak baru yaitu melakukan kriminalisasi," kata Taufik dalam diskusi Legal Update, dengan tema "Negara Hukum dan Perburuan Manusia (Persekusi) di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (4/6/2017).

Karena ujaran kebencian tak lepas dari munculnya persekusi, sebut dia, pemerintah dan aparat penegak hukum perlu melakukan tiga hal.

Pertama melakukan pendekatan hukum, kemudian pendekatan sosiologis, dan terakhir pendekatan politik kebijakan.

Tiga hal itu menurut dia, harus sejalan. Dia mencontohkan, kalau hanya melakukan pendekatan hukum semata, persoalannya bakal menjadi melebar. Karena itu, pendekatan sosiologis juga perlu dilakukan.

Pendekatan sosiologis mengedepankan peran pemerintah dan aparat penegak hukum dalam memberikan penyadaran kepada masyarakat dalam menggunakan media sosial dengan baik.

Misalnya, mengimbau warga agar semua informasi yang diterima di media sosial tidak ditelan mentah-mentah. Perlu dilakukan kroscek terlebih dahulu.

Kemudian pada pendekatan politik kebijakan, yaitu bagaimana cara pemerintah menghilangkan atau meminimalisasi ujaran kebencian di media sosial.

Dia mengangkat cerita soal kasus genosida di negara Rwanda. Menurut dia, salah satu pemicunya karena ujaran kebencian yang terus disiarkan lewat media sebuah radio. Karena dibiarkan, ujaran kebencian terhadap suatu kelompok di Rwanda itu disebutnya memantik penyerangan terhadap kelompok lainnya.

"Ini bukan tidak mungkin terjadi di Indonesia jika orang anggap normal hatespeech yang menyatakan orang lain itu layak dibunuh (jika) berbeda dengan kita dan sebagainya," ujar Taufik.

Namun, dia juga mengingatkan jangan sampai penegakan hukun soal hatespeech ini melebar jadi pengekangan kebebasan berpikir dan berekspresi. Karenanya, tiga hal tadi menurut dia harus berjalan beriringan, tidak dapat terpisah.

"Kalau pun harus pembatasan penggunaan media harus dilokalisir bahwa itu terbatas pada hal yang terkait hatespeech. Jangan sampai muncul hukum yang ganas yang bisa membungkam kebebasan berekspresi dan berpikir," ujarnya.

Baca juga: Jika Persekusi Dibiarkan, Negara Akan Kehilangan Wibawa

Kompas TV Ada Posko Pengaduan Untuk Korban Persekusi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang



Terkini Lainnya

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com