Taman yang menjadi guru sejak 1985 itu terbiasa dan membiasakan diri untuk mendekatkan anak-anaknya pada nilai-nilai keberagaman. Di sekolahnya saat ini mengajar, SMKN 7 Pendeglang, Taman juga cukup dekat dengan anak-anak didiknya, bahkan yang berasal dari luar Jawa dan berlainan keyakinan.
"Saya kalau mengajar tidak fokus pada salah satu (anak). Saya menempatkan, memanusiakan mereka, tidak melihat warna kulit, tidak melihat agamanya," kata Taman yang mengaku memiliki anak didik dari Papua.
Pendekatan humanis yang dilakukan Taman pun mendapat respons positif dari anak didiknya. Anak-anak didik Taman cukup terbuka apabila ada masalah. Salah satu kasusnya ketika ada tulisan bernada hinaan terhadap Tuhan pemeluk agama lain di tembok sekolah.
"Ada kasus tahun kemarin, di tembok ada tulisan Tuhan sama dengan nama binatang. Terus anak itu (yang beragama Kristen Protestan) bilang, 'Pak di belakang itu ada tulisan begini'. Saya bilang, supaya prosedural kamu ngomong saja ke pembina OSIS, tapi jangan bilang disuruh saya ya. Kalau nanti ada reaksi mereka, kamu bilang ke saya," cerita Taman.
Berselang tiga hari setelah laporan itu, si anak yang bersangkutan menyampaikan ke Taman bahwa tembok yang tadinya bertuliskan hinaan terhadap Tuhannya sudah dihapus. Pada akhirnya, urusan itu tidak diperpanjang. Anak-anak yang lain pun sadar bahwa menghina Tuhan pemeluk agama lain itu, bukanlah sesuatu yang dibenarkan.
Tak jauh beda dari Koidah, Taman juga mengikuti kelas SGK dengan kocek sendiri. Jika menggunakan angkutan umum, maka ia harus berangkat dari Pandeglang sekitar pukul 05.00 wib. Sebab, perjalanan Pandeglang-Jakarta memakan waktu tiga hingga tiga setengah jam.
Sementara dengan menggunakan mobil pribadi, perjalanan bisa ditempuh selama dua jam. Koidah dan Taman, hanyalah dua dari banyak guru yang merasa bahwa kebhinekaan tetap harus dijaga.
Mereka tak mengeluh meski harus menempuh perjalanan jauh ke ibu kota. Sebab dari orang-orang seperti mereka inilah, Indonesia tetap ada.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.