Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Ahok hingga HTI Dinilai Jadi Bukti Ketundukan pada Tekanan Massa

Kompas.com - 10/05/2017, 09:08 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Gema Demokrasi, yang terdiri dari puluhan organisasi masyarakat mengaggap sejumlah peristiwa yang belakangan terjadi membuktikan bahwa negara dan pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak lagi menjadikan hukum sebagai panglima.

Aktivis Gema Demokrasi, Pratiwi Febry, menyebutkan tiga peristiwa di mana massa seolah punya kuasa untuk menentukan sikap pemerintah, yakni kasus penodaan agama yang menjerat Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), dan pembubaran pameran karya seni Andreas Iswinarto di Semarang dan Yogyakarta.

"Negara dalam hal ini pemerintah dan lembaga peradilan justru memunculkan wajah yang tunduk pada vigilante serta tekanan kerumunan massa atau mobokrasi," kata Pratiwi melalui siaran pers, Rabu (10/4/2017).

Pratiwi menganggap pemerintahan Jokowi melecehkan demokrasi dan keadilan. Keputusan atas tiga peristiwa tersebut dianggap sebagai "kemenangan" desakan massa tanpa mengindahkan prinsip hukum.

Hal itu bertentangan dengan landasan Indonesia sebagai negara demokrasi yang menjunjung tinggi penegakan hukum yang berkeadilan. Penerapannya pun harus sesuai dengan nilai hak asasi manusia yang tidak pandang bulu.

"Indonesia adalah rech staat (negara hukum) dan bukannya mach staat (negara kekuasaan) yang seharusnya tidak tunduk pada pendapat segerombolan orang yang melakukan tekanan baik terhadap hukum maupun otoritas pemerintah," kata Pratiwi.

"Saat negara tidak lagi tunduk dan taat pada prinsip rule of law pada saat yang sama negara sedang menghancurkan bangunan demokrasi yang ada," ujar dia.

Dalam kasus Ahok, Pratiwi menilai Pasal 156a KUHP yang dilekatkan pada Ahok merupakan pasal karet dan tidak demokratis. Pasal tersebut, kata dia, lahir di masa demokrasi terpimpin yang anti-demokrasi.

Penafsiran terhadap pemenuhan unsur-unsur pasal pun subyektif dan akhirnya melahirkan ketidakpastian hukum bagi masyarakat.

Pratiwi mengatakan, selama ini pasal penodaan agama kerap menjadi alat represi kelompok mayoritas kepada kelompok minoritas.

"Hal ini ditandai dengan adanya pola yang sama sejak aturan ini dilahirkan, yakni tekanan massa pada setiap penggunaan pasal penodaan agama, sehingga putusan peradilan tidak lagi mengacu pada hukum yang objektif dan imparsial melainkan tunduk pada tekanan massa," kata dia.

Hal lain yang disorot adalah wacana pembubaran ormas HTI secara sepihak oleh pemerintah. Menurut Pratiwi, pembubaran ormas adalah wajah terburuk dari demokrasi karena bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi itu sendiri.

Meski ada pembatasan, namun seharusnya itu merupakan upaya paling akhir pemerintah sebagai bagian dari penegakan hukum. Pembubaran tidak bisa hanya berdasarkan ujaran semata, melainkan harus dibuktikan melalui proses peradilan yang adil.

Tak hanya itu, sebelumnya juga harus didahului dengan serangkaian tindakan administratif yang diatur oleh undang-undang.

"Jika alasan pembubaran ormas karena ormas tersebut terindikasi melakukan pelanggaran hukum yang mengganggu ketertiban serta keamanan masyarakat berupa kejahatan atau pelanggaran yang diancam dengan tindak pidana maka seharusnya dilakuan dengan memproses hukum ormas-ormas yang terbukti melakukan aksi kekerasan, bukan memberangus atas dasar perbedaan gagasan," kata Pratiwi.

Gema Demokrasi juga mengutuk keras upaya pembubaran pameran karya seniman Andreas Iswinarto berjudul "Aku Masih Utuh dan Kata-kata Belum Binasa" di Pusham UII Yogyakarta dan di Gedung Sarikat Islam Semarang.

Pameran tersebut dianggap menyebarkan paham komunis, kemudian massa mendorong agar dibubarkan.

Semestinya, upaya pembubaran tersebut bisa ditindak tegas oleh pemerintah karena melanggar kebebasan berekspresi dan termasuk tindakan menyebarkan berita bohong.

"Kami mengecam aparat dan intel dari pihak kepolisian yang hanya diam dan tidak melakukan tindakan apa pun serta merestui tindakan main hakim dari ormas-ormas vigilante tersebut, alih-alih melindungi lembaga yang menyelenggarakan acara pameran seni tersebut," kata Pratiwi.

Kompas TV Menko Polhukam Bubarkan Ormas HTI
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com