Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negeri Bahagia

Kompas.com - 28/04/2017, 21:56 WIB
Kompas TV Indonesia Butuh Reformasi Struktural Ekonomi

Integritas yang tergadai

Euforia "reformasi" melahap integritas intelektual. Korupsi terjadi bukan hanya di lembaga pemerintahan dan parlemen, melaikan juga di sebagian komisi ad hoc yang dibentuk pada era ini. Maklum, gaya hidup masa kini menuntut segala hal ditakar dengan uang. Tidak banyak lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang murni memperjuangkan hak-hak publik. Sebagian akademisi banting setir ke bisnis jasa layanan politik dengan kacamata kuda. Tunas muda rentan tergiur gengsi sosialita politik,dan tak sedikit terpukau sihir politik kekuasaan.

Tentu ada yang bertahan menjaga kemurnian harkat intelektual. Mereka tekun menulis, tetapi buku tidak laku dan jurnal ilmiah terasing dari komunitas cendekiawan sendiri. Sebagian lagi memilih jadi penonton diam, karena wacana ilmiah di jejaring sosial rentan dimanipulasi jadi materi provokasi. Pikiran lebih banyak terlontar dalam ringkasan, minus eksplorasi-elaborasi.

Pasar pemikiran sepi karema cendekiawan berduyun-duyun ke pasar suara yang basah di media sosial atau di ruang negosiasi bisnis pemilu dengan pengurus partai politik. Penyair "kemproh" gagap di depan realitas necis walau menyaksikan kebusukan di balik segala sesuatu yang tampak beres, anggun, resik, dan saleh. Puisi jadi tumpul. Genit, tetapi kalah gengsi.

Dekadensi moral membusukkan para intelektual dan standar lembaga politik dan keagamaan. Memang, cendekiawan bukan segala-galanya. Namun, jika bicara tentang hati nurani bangsa, mereka adalah garda. Cendekiawan datang dari berbagai agama, tak sedikit yang juga ulama. Manakala tirani menindas kemanusiaan, merekalah hati nurani yang bicara melawan diktator.

Suara jernih kaum intelektual adalah bekal publik untuk mengingatkan sesamanya atau rezim penguasa demi keadilan, harga pangan terjangkau, upah layak, anti-diskriminasi, toleransi dan lain-lain. Sebelum orde "Reformasi" mengganyang rezim Orde Baru, harga diri kecendekiaan relatif mapan berkat posisi kaum intelektual selaku oposan penguasa yang represif kala itu.

Kita sedang menggoreskan korek api untuk membakar citraan Negeri Bahagia kita, meski ada yang menepis tangan kita hingga korek api itu jatuh. Entah kenapa dengan bandel kita pungut lagi batang korek itu. Mengapa kita benci Negeri Kepulangan, tempat berlindung di hari tua?

Di Negeri Bahagia, setiap orang dituntut rela berbagi dalam berbagai hal, terutama nilai-nilai kemanusiaan yang mendasar. Tanpa kerelaan tersebut, citraan indah itu hanya ada dalam lagu manis yang diputar berulang-ulang.

Kurnia JR,
Sastrawan
---
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 April 2017, di halaman 7 dengan judul "Negeri Bahagia".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com