JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Susanto Ginting meminta pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong pemerintah membentuk tim investigasi independen.
Presiden Joko Widodo, kata Miko, harus berinisiatif membuat tim yang akan mengumpulkan bukti-bukti di lapangan terkait kasus penyiraman penyidik KPK Novel Baswedan dengan air keras.
"Kami tuntut dibentuk tim investigasi independen di bawah presiden untuk menuntaskan ini," ujar Miko dalam diskusi di Jakarta, Jumat (21/4/2017).
Hal ini dikarenakan turunnya kepercayaan terhadap Polri dalam penanganan kasus Novel. Hingga hari kesepuluh, polisi belum juga menemukan titik terang siapa pelaku dan modusnya.
Dengan demikian, Miko menganggap cara konvensional, yakni penyidikan Polri, tidak cukup mumpuni melakukannya.
(Baca: Air Keras Juga Lukai Rongga Hidung Novel Baswedan)
"KPK harus mendorong tim investigasi independen itu kalau hari ini pimpinan KPK punya keinginan sungguh-sungguh dan mau masalah ini terselesaikan," kata dia.
Menurut Miko, penyerangan terhadap Novel bukan sekadar teror terhadap individu, melainkan kepada instansi KPK.
Ada upaya menghalang-halangi penyidikan karena saat ini Novel tengah menangani kasus besar. Dengan dibentuknya tim tersebut, maka KPK secara tidak langsung meminta perlindungan pemerintah dalam melaksanakan tugasnya.
"Persoalannya kita bisa lihat bahwa sebenarnya sistem proteksi belum terbangun dengan baik. Padahal KPK bekerja penuh risiko," kata Miko.
(Baca: Polisi Belum Dapat Titik Terang dalam Kasus Novel Baswedan)
"Sebenarnya sikap pimpinan menyerahkan ke polisi dipertanyakan karena polisi tidak kunjung berhasil. Hasilnya nihil," lanjut dia.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawati menganggap, dibentuknya tim investigasi independen akan sia-sia tanpa dukungan pimpinan KPK. Di sisi lain, dia menilai pimpinan KPK nampaknya tidak serius menginginkan kasus Novel diusut tuntas.
Padahal, kata dia, pimpinan KPK bertanggungjawab untuk melindungi bawahannya, terlebih lagi para penyidik.
"Kalau ada penanganan serius, pasti sudah ada yang dibawa ke meja hijau karena menghalangi penyidikan dan mengancam penyidik dan penuntut," kata Asfinawati.