Kasus dugaan penodaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) telah menyebabkan sejumlah penyakit jiwa bangsa kini tampak di permukaan. Kebinekaan kita ternyata masih sebatas pada verbal. Di antara kita masih banyak yang menempatkan agama justru sebagai sumber perpecahan dan bahkan malapetaka kemanusiaan.
Niscaya, Presiden Jokowi akan segera melakukan penataan sistem politik nasional yang mewajibkan negara memperlakukan secara setara terhadap segenap warga negara sehingga ukuran mayoritas dan minoritas menjadi tidak relevan lagi dan ke depan isu agama tidak lagi dipakai untuk kepentingan politik.
Kesenjangan sosial yang tercipta secara struktural akibat penguasaan alat produksi dan sumber daya nasional oleh konglomerat yang kebetulan dominan dari etnis Tionghoa juga tidak mungkin dibiarkan begitu saja tanpa upaya terukur untuk membenahinya, tanpa harus ada "perang" antara pemerintah dan mereka.
Sebaliknya, mereka juga harus berbesar hati untuk mencari solusi bersama pemerintah agar lahir kebersamaan segenap warga bangsa dalam bingkai NKRI.
Dengan demikian, warga negara keturunan Tionghoa lainnya yang jumlahnya begitu besar dan tidak ikut berdosa tidak kembali menjadi korban akibat amuk massa. Begitu pula tentang kerusakan mentalitet alat negara, mustahil tiba-tiba berubah menjadi baik hanya karena presidennya tidak mau merangkul dan dirangkul penjahat ekonomi.
Dengan bermodal kejujuran dan kesederhanaan saja dalam separuh perjalanan pemerintahannya telah banyak membawa perubahan. Wajar saja kalau rakyat banyak menaruh harapan pada Presiden Jokowi ke depan dengan sisa waktu 2,5 tahun bisa melakukan sejumlah retooling sebagaimana yang pernah dicanangkan oleh Bung Karno, yaitu Retooling Mentalite,Retooling Alat Negara, Retooling Alat Produksi, dan juga Retooling Logistik Nasional yang semuanya sesungguhnya sudah menjadi bagian dari Nawacita.
Karena hanya dengan cara itu, peran NKRI yang dilandasi oleh nilai-nilai Pancasila dalam mewujudkan keamanan dan kesejahteraan segera dirasakan segenap rakyat tanpa kecuali sehingga konsep kenegaraan di luar Pancasila dengan bungkus agama sekalipun niscaya tidak akan laku.
Saurip Kadi,
Mayor Jenderal TNI (Purn); Mantan Asisten Teritorial Kepala Staf Angkatan Darat
---
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 April 2017, di halaman 6 dengan judul "Pentingnya Perubahan Pola Pikir".