Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fahri Hamzah: Buat Apa Dicegah, Memang Novanto Mau Lari Bawa Apa?

Kompas.com - 13/04/2017, 06:06 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mempertanyakan alasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang meminta Ketua DPR Setya Novanto dicegah ke luar negeri, padahal masih berstatus sebagai saksi.

"Buat apa sih dicegah, memang Novanto mau lari ke luar negeri bawa apa?" kata Fahri Hamzah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/4/2017).

Ia pun menyadari adanya nota keberatan dari DPR kepada Presiden Joko Widodo atas status pencegahan Novanto akan membuat publik mencurigai DPR. Seolah, DPR hendak mengintervensi proses hukum di KPK.

Namun, menurut Fahri Hamzah, pemerintah semestinya juga melihat aturan hukum yang ada, seperti putusan MK, yang membatalkan pasal pencegahan seseorang yang berstatus saksi dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Menurut Fahri, dalam hal ini, aturan hukum dan etika kelembagaan yang telah diterobos oleh pemerintah lebih penting untuk segera dikoreksi dengan tetap memperhatikan kritik dari masyarakat.

"Soal publik, mari kita jawab bersama-sama. Tapi ini kan soal koridor hukum yang dilanggar. Cobalah kita sama-sama patuhi aturan hukum yang sudah tertulis. Jangan dilanggar-langgar," ujar Fahri.

(Baca juga: KPK Minta DPR Hormati Pencegahan Setya Novanto ke Luar Negeri)

DPR sebelumnya berencana melayangkan surat keberatan kepada Presiden Joko Widodo atas pencegahan Ketua DPR RI Setya Novanto ke luar negeri.

Langkah tersebut menindaklanjuti nota keberatan Fraksi Partai Golkar dan telah menjadi surat resmi kelembagaan karena telah disepakati dalam rapat Bamus, Selasa (11/4/2017) malam.

Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra, mengoreksi sikap DPR yang melayangkan nota protes kepada Presiden Jokowi atas status pencegahan Ketua DPR Setya Novanto selaku saksi dalam kasus korupsi e-KTP.

(Baca juga: Yusril Ungkap Celah Hukum dalam Pencegahan Setya Novanto)

Yusril menyatakan, permintaan pencegahan seorang saksi oleh KPK diberikan oleh undang-undang yang ikut dibuat oleh DPR dengan Presiden yang tercantum pada pasal 13 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Mantan Menteri Hukum dan HAM itu mengatakan, pasal pencegahan seorang saksi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 memang telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi melalui amar putusan Nomor nomor 64/PUU-IX/2011.

Dengan demikian, hanya orang yang berstatus tersangka saja yang baru bisa dicekal.

"Masalahnya, Undang-Undang KPK yang membolehkan mencekal saksi, masih berlaku dan belum pernah diubah atau dibatalkan oleh MK," kata Yusril.

Kompas TV DPR Minta Pencekalan Setnov Dicabut
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KPK Diusulkan Tidak Rekrut Penyidik dari Instansi Lain, Kejagung Tak Masalah

KPK Diusulkan Tidak Rekrut Penyidik dari Instansi Lain, Kejagung Tak Masalah

Nasional
Jokowi Tekankan Pentingnya Alat Kesehatan Modern di RS dan Puskesmas

Jokowi Tekankan Pentingnya Alat Kesehatan Modern di RS dan Puskesmas

Nasional
100.000-an Jemaah Umrah Belum Kembali, Beberapa Diduga Akan Berhaji Tanpa Visa Resmi

100.000-an Jemaah Umrah Belum Kembali, Beberapa Diduga Akan Berhaji Tanpa Visa Resmi

Nasional
KPU Bantah Lebih dari 16.000 Suara PPP Hilang di Sumut

KPU Bantah Lebih dari 16.000 Suara PPP Hilang di Sumut

Nasional
Tata Kelola Makan Siang Gratis

Tata Kelola Makan Siang Gratis

Nasional
Sandiaga Sebut Pungli di Masjid Istiqlal Segera Ditindak, Disiapkan untuk Kunjungan Paus Fransiskus

Sandiaga Sebut Pungli di Masjid Istiqlal Segera Ditindak, Disiapkan untuk Kunjungan Paus Fransiskus

Nasional
Pakar Ingatkan Jokowi, Pimpinan KPK Tidak Harus dari Kejaksaan dan Polri

Pakar Ingatkan Jokowi, Pimpinan KPK Tidak Harus dari Kejaksaan dan Polri

Nasional
Kritik Haji Ilegal, PBNU: Merampas Hak Kenyamanan Jemaah

Kritik Haji Ilegal, PBNU: Merampas Hak Kenyamanan Jemaah

Nasional
Jokowi Puji Pelayanan Kesehatan di RSUD Baharuddin Kabupaten Muna

Jokowi Puji Pelayanan Kesehatan di RSUD Baharuddin Kabupaten Muna

Nasional
KPK Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Gus Muhdlor Senin Hari Ini

KPK Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Gus Muhdlor Senin Hari Ini

Nasional
Jasa Raharja Santuni Semua Korban Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang  

Jasa Raharja Santuni Semua Korban Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang  

Nasional
Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Soal Waktu, Komunikasi Tidak Mandek

Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Soal Waktu, Komunikasi Tidak Mandek

Nasional
Bus Rombongan Siswa SMK Terguling di Subang, Kemendikbud Minta Sekolah Prioritaskan Keselamatan dalam Berkegiatan

Bus Rombongan Siswa SMK Terguling di Subang, Kemendikbud Minta Sekolah Prioritaskan Keselamatan dalam Berkegiatan

Nasional
Saat DPR Bantah Dapat Kuota KIP Kuliah dan Klaim Hanya Distribusi...

Saat DPR Bantah Dapat Kuota KIP Kuliah dan Klaim Hanya Distribusi...

Nasional
Hari Kedua Kunker di Sultra, Jokowi Akan Tinjau RSUD dan Resmikan Jalan

Hari Kedua Kunker di Sultra, Jokowi Akan Tinjau RSUD dan Resmikan Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com