Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mempercepat Reforma Agraria

Kompas.com - 12/04/2017, 22:33 WIB

Ingin dikatakan di sini, sejatinya di mana kewenangan pemberian hak dan/atau izin itu akan diletakkan bukanlah soal substantif dalam menuju pengelolaan hutan yang legal dan sah. Akan tetapi, merupakan ekspresi dari perebutan kesempatan untuk menjadikan proses persetujuan PS sebagai ajang transaksional ekonomi rente.

Di pengujung tahun lalu Presiden memang telah menyerahkan surat keputusan tentang pengakuan hutan adat pada sembilan komunitas masyarakat adat. Luas hutan yang diserahkan itu sekitar 13.500 hektar, yang akan dinikmati oleh sekitar 5.000 keluarga. Pada masa sebelumnya, khususnya sejak reformasi 1998, sudah ada pula pengakuan pada hutan adat seluas 15.000 hektar.

Apakah ini cara penyelesaian persoalan yang tepat dan cepat? Jelas tidak. Pada 2014 saja, Konsorsium Pembaruan Agraria mencatat sedikitnya terjadi 472 konflik agraria dengan luasan mencapai 2.860.977,07 hektar. Konfik ini melibatkan sedikitnya 105.887 keluarga. Belum lagi, pada masa Menteri Kehutanan Kabinet Gotong Royong II pernah disebutkan, dari sekitar 74.000, desa ada 33.000-an desa yang batas wilayahnya tumpang tindih dengan kawasan hutan.

Sebagaimana diatur dalam UU No 6/2014 tentang Desa, pada Pasal 26 Ayat (2) butir j disebutkan, dalam melaksanakan tugasnya, kepala desa berwenang mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Selain itu, pada Pasal 76 Ayat (1) disebutkan, aset desa antara lain berupa hutan milik desa.

Merujuk dua pengaturan ini, maka dalam rangka menyelesaikan konflik tata batas antara desa dan kawasan hutan sekaligus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di sekitar dan dalam kawasan hutan, pemerintah bisa mempercepat pelaksanaan PS. Khususnya dalam bentuk program hutan desa dan juga hutan adat melalui penetapan desa adat (Zakaria, 2016).

Dengan cara itu, kecuali mencapai target program, cara ini sekaligus juga akan mempercepat pelaksanaan program perhutanan sosial itu sendiri dan konflik tata batas.

Andai saja untuk 33.000 desa yang memiliki konflik tata batas itu dapat dialokasikan 100 hektar saja, maka pelaksanaan program hutan desa ini akan mampu direalisasikan pada 3.300.000 hektar, atau sekitar 25 persen dari target program perhutanan sosial secara keseluruhan. Jika masing-masing dialokasikan 1.000 hektar, maka realisasi reforma agraria akan jadi dua kali lipat. Apalagi jika ada keinginan politik untuk merealisasikan nomenklatur desa adat versi UU Desa.

R Yando Zakaria,
Praktisi Antropologi; Peneliti Lingkar Pembaruan Desa dan Agraria (KARSA), Yogyakarta
---
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 12 April 2017, di halaman 6 dengan judul "Mempercepat Reforma Agraria".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com