Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota DPR Menangis hingga Pengakuan Suap, Ini 6 Fakta Menarik Sidang E-KTP

Kompas.com - 24/03/2017, 08:47 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang ketiga kasus korupsi dalam pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) menyisakan beberapa hal menarik. Mulai dari bantahan, pengakuan penerimaan uang, hingga tangisan saksi, mewarnai persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (23/3/2017).

Persidangan kali ini dibagi mejadi tiga sesi. Pada sesi pertama, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan dua mantan pimpinan Komisi II DPR, Taufiq Effendi dan Teguh Juwarno.

Pada sesi kedua, jaksa KPK menghadirkan politisi Hanura yang juga mantan anggota Komisi II DPR, Miryam S Haryani.

Sementara pada sesi terkahir, jaksa menghadirkan tiga orang saksi, yakni mantan Dirjen Administrasi Kependudukan Kemendagri, Rasyid Saleh dan Kepala Bagian Perencanaan Kementerian Dalam Negeri Wisnu Wibowo.

Kemudian, Kepala Subag Penyusunan Program Bagian Perencanaan pada Sesditjen Dukcapil Kemendagri Suparmanto.

Berikut beberapa hal menarik yang terungkap dalam persidangan:

1. Bantah terima uang

Teguh Juwarno dan Taufiq Effendi sama-sama mengaku tidak menerima uang. Padahal, dalam surat dakwaan Teguh disebut menerima 167.000 dollar AS. Sementara, Taufik disebut menerima 103.000 dollar AS.

2. Pengaruh Ketua Fraksi

Estu Suryowati/Kompas.com Ketua Komisi VI DPR-RI Teguh Juwarno usai rapat pembahasan PMN 2016, Jakarta, Kamis (23/6/2016). Komisi VI DPR-RI menyetujui PMN untuk 20 BUMN dan menolak usulan PMN untuk 3 BUMN.
Teguh Juwarno mengakui bahwa pimpinan fraksi akan berperan dalam pengambilan keputusan di setiap alat kelengkapan DPR, termasuk setiap komisi dan Badan Anggaran (Banggar).

Meski demikian, menurut Teguh, arahan ketua fraksi tidak wajib untuk menentukan kebijakan Komisi II DPR. Dalam berbagai pembahasan, arahan ketua fraksi terkadang tidak sejalan dengan keputusan pimpinan komisi.

Jaksa KPK Irene Putrie menilai keterangan Teguh tersebut cukup signifikan dalam dakwaan kasus e-KTP.

Menurut Irene, pernyataan Teguh membuktikan bahwa ketua fraksi bisa memberikan arahan dan anggota fraksi biasanya akan patuh dengan arahan itu.

Dalam kasus e-KTP, proses persetujuan anggaran di DPR disebut dikendalikan oleh beberapa pimpinan fraksi.

Dua di antaranya adalah Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto dan Ketua Fraksi Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Keduanya disebut mengkoordinasikan setiap pimpinan fraksi untuk menyetujui anggaran e-KTP sebesar Rp 5,9 triliun.

KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN Suasana sidang kasus e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (16/3/2017).
3. Komisi II DPR ingin proyek E-KTP gunakan APBN

Teguh Juwarno dan Taufiq Efendi, sama-sama mengakui bahwa anggota Komisi II DPR menginginkan agar proyek e-KTP menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Menurut Teguh, dalam rapat dengan Kementerian Dalam Negeri, hampir semua anggota Komisi II DPR merasa proyek terkait data kependudukan sangat penting, sehingga harus menggunakan dana dalam negeri (APBN).

Menurut Teguh, jika menggunakan dana hibah dari luar negeri, anggota Komisi II DPR mengkhawatirkan ada ikatan yang mengancam aspek keamanan dan kerahasiaan data kependudukan.

4. Miryam cabut keterangan

KOMPAS.com/AMBARANIE NADIA Mantan anggota Komisi II DPR RI Miryam S Haryani dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kasus e-KTP di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (23/3/2017).
Miryam S Haryani tidak mengakui isi berita acara pemeriksaan dirinya di tingkat penyidikan oleh KPK.

Miryam membantah perkenalannya dengan pengusaha pelaksana proyek e-KTP bernama Andi Agustinus alias Andi Narogong.

Miryam juga membantah pernah dimintai pimpinan Komisi II DPR RI untuk menerima sesuatu dari Ditjen Dukcapil Kemendagri terkait e-KTP.

Padahal, keterangan tersebut tertera dalam berita acara pemeriksaan Miryam.

5. Miryam menangis dan merasa diancam penyidik KPK

Menurut Miryam, keterangan yang ia sampaikan dalam BAP tersebut di bawah ancaman penyidik KPK.

"Saya diancam sama tiga orang penyidik. Diancam menggunakan kata-kata," ujar Miryam.

Sambil menangis, Miryam mengatakan, ancaman itu dilakukan tiga penyidik KPK, dua di antaranya yakni Novel Baswedan dan Ambarita Damanik.

Majelis hakim merasa aneh terhadap bantahan Miryam. Sebab, dalam BAP Miryam dapat menjelaskan secara rinci kronologi penerimaan uang dalam proyek e-KTP.

Bahkan, Miryam menyebut nama-nama anggota DPR lain yang ikut menerima suap. Rencananya, Miryam akan dikonfrontir dengan tiga penyidik KPK yang memeriksanya. Sidang akan digelar pada Senin (27/3/2017) mendatang.

6. Saksi Kemendagri akui ada pemberian uang dari terdakwa

Kepala Bagian Perencanaan Kementerian Dalam Negeri Wisnu Wibowo mengaku adanya penerimaan uang dari terdakwa Sugiharto, mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri. Wisnu mengatakan, uang tersebut diminta dibagikan kepada sejumlah staf Biro Perencanaan Kemendagri.

Wisnu kemudian menyerahkan uang itu kepada Kepala Subag Penyusunan Program Bagian Perencanaan pada Sesditjen Dukcapil Kemendagri Suparmanto.

Ia menduga, pemberian uang itu sebagai ucapan terima kasih karena selama ini Biro Perencanaan kerap membantu bagian pengelolaan informasi.

Dalam surat dakwaan, staf pada Biro Perencanaan Kementerian Dalam Negeri menerima uang sebesar Rp 40 juta melalui Wisnu dan Suparmanto. Wisnu sendiri mendapatkan uang Rp 30 juta.

Kompas TV Kesaksian Diah Anggraini, mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, dalam sidang perkara dugaan korupsi proyek KTP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com