JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana pelibatan unsur partai politik dalam keanggotaan Komisi Pemilihan Umum ( KPU) kembali mengemuka, terutama setelah Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemilu melaksanakan kunjungan kerja ke Jerman dan Meksiko.
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menilai wacana tersebut mengemuka atas kekhawatiran adanya oknum yang berpihak pada tubuh KPU.
Sehingga jika ada perwakilan partai politik, mereka akan saling menjaga supaya KPU tak disusupi kepentingan.
"Prinsipnya KPU-Bawaslu yang benar profesional, obyektif, imparsial dan tidak berpihak pada parpol, tapi kadang pada praktiknya tidak begitu. Kadang ada oknum-oknum yang berpihak," kata Fadli Zon di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (23/3/2017).
"Mungkin pemikiran itu yang menimbulkan, kenapa enggak sekalian ada perwakilan parpol saja," ucapnya.
Keanggotaan KPU dari partai politik pernah diterapkan di Indonesia pada Pemilu 1999. Dalam pemilu yang diikuti 48 partai politik itu, KPU terdiri dari unsur partai politik dan pemerintah.
Ketika itu, terdapat 53 komisioner KPU, yang dipimpin Mantan Menteri Dalam Negeri Rudini sebagai ketua.
Namun, aturan mengenai penyelenggara pemilu pada 1999 lalu tersebut dianggap menimbulkan banyak persoalan dalam teknis penyelenggaraan pemilu.
(Baca: Usul KPU dari Parpol, Pansus DPR Dinilai Tak Belajar dari Pemilu 1999)
Terkait hal tersebut, Fadli mengatakan bahwa kondisi pemilu 1999 dan saat ini berbeda. Jika memang unsur parpol mau dimasukkan lagi ke dalam KPU, maka menurut dia, tak bisa serta-merta seperti 1999 lalu.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan