Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal "E-Voting", KPU Akui Sudah Didatangi Vendor

Kompas.com - 13/03/2017, 10:06 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dan DPR memberi sinyal mempertimbangan penerapan pemilihan elektronik atau e-voting pada pemilu legislatif dan pemilu presiden 2019.

Terkait hal tersebut, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengaku sudah didatangi sejumlah vendor untuk menawari jasa dan teknologi untuk e-voting.

"Gerilya vendor swasta luar biasa. Ada yang sampai membawa duta besarnya seperti Spanyol," kata Komisioner KPU RI Hadar Nafis Gumay saat ditemui di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, akhir pekan kemarin (11/3/2017).

Ia menambahkan, perusahaan terbesar mesin pemilihan elektronik dari Amerika Latin, Smartmatic juga telah menawarkan KPU untuk menggunakan jasanya. Smartmatic digunakan salah satunya oleh Filipina yang telah melakukan e-voting.

Meski gerilya vendor telah dilakukan, namun KPU menilai penerapan e-voting masih belum perlu.

Sebab, permasalahan kepemiluan Indonesia lebih kepada proses rekapitulasi suara. Sehingga yang lebih dibutuhkan adalah e-recap, bukan e-voting.

(Baca: Indonesia Lebih Butuh "E-rekap" daripada "E-voting")

Kajian, kata Hadar, sebetulnya sudah dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri. Namun hal itu baru sebatas mengumpulkan pendapat atau mengadakan forum group discussion (FGD).

"Saat itu KPU sampaikan, Indonesia belum butuh e-voting," ujarnya.

Kajian secara aktif telah dilakukan internal KPU sejak satu tahun lalu, yang berkesimpulan bahwa e-voting belum perlu diterapkan dalam waktu dekat. Beberapa pertimbangannya melihat dari aspek sumber daya manusia hingga pembiayaan.

(Baca: Alasan KPU Menilai "E-Voting" Belum Jadi Urgensi)

Pada Pemilu Presiden 2014, ada sekitar 548.000 Tempat Pemungutan Suara Suara (TPS). Jumlah TPS yang sangat banyak, membuat dari sisi anggaran dinilai perlu dipertimbangan secara khusus.

Jika e-voting mau diterapkan, kata Hadar, maka aspek Voter-Verified Paper Audit Trail (VVPAT) sebagai sistem audit harus dipenuhi.

"Kalau e-voting tidak punya karakter ini, maka enggak bisa. Ini membuat e-voting menjadi auditable, juga bisa dihitung manual," tuturnya.

Aspek lainnya yang perlu dipertimbangkan adalah transparansi. Sebagian negara justru berpendapat teknologi e-voting membuat transparansi pemilu dipertanyakan.

Masyarakat cenderung meragukan hasilnya dan hanya elite-elite yang memahami. Padahal, jumlah orang yang memahani teknologi tak banyak.

Ia mencontohkan Jerman yang kini sudah tak menerapkan e-voting. Mahkamah Konstitusi (MK) Jerman memutuskan agar e-voting diberhentikan.

Menurut MK Jerman, semua warga harus mengetahui bagaimana pemungutan suara dilakukan. Saat ditanyakan, ternyata banyak warga yang masih tidak tahu dan ragu kemana suara mereka akan didistribusikan jika pemilihan menggunakan sistem e-voting.

"Jadi (di Jerman) ini dianggap tidak konstitusional," tuturnya.

Menurut Hadar, penerapan e-voting yang cukup baik dilakukan oleh Brazil dan India. Namun, itu pun melalui proses yang sangat panjang dan waktu yang cukup lama.

"Brazil dan India teknologi pemilunya cukup baik. Tapi India, butuh belasan tahun untuk itu," ucap dia.

Kompas TV DPR dan Pemerintah Bahas Revisi UU Pemilu
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com