Namun, dalam prosesnya, anggaran untuk pengadaan monitoring satelit dipotong oleh Kementerian Keuangan, sehingga anggaran berubah menjadi Rp 222,4 miliar.
Kemudian, sekitar bulan Oktober 2016, di ruangan Kepala Bakamla, Arie Soedewo dan kuasa pengguna anggaran (KPA) Satuan Kerja Bakamla Tahun Anggaran 2016 Bakamla, Eko Susilo Hadi, membahas jatah 7,5 persen fee untuk Bakamla.
Ari Soedewo kemudian meminta agar fee sebesar 2 persen dibayarkan lebih dulu.
Arie Soedewo kemudian meminta Eko Susilo Hadi membicarakan fee 2 persen itu kepada dua pegawai PT Merial Esa, yakni Hardy Stefanus dan Adami Okta. Permintaan itu kemudian disetujui oleh Adami Okta.
Setelah itu, Arie Soedewo menyampaikan kepada Eko Susilo untuk memberi Bambang Udoyo, selaku Direktur Data dan Informasi pada Deputi Bidang Informasi, Hukum dan Kerja Sama Bakamla dan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan, masing-masing Rp 1 miliar.
Eko Susilo kemudian menindaklanjutinya, dan meminta kepada Adami Okta agar uang yang diberikan dalam bentuk pecahan dollar Singapura.
Hal itu kemudian dipenuhi seluruhnya oleh Adami Okta.
Dalam surat dakwaan, dua pegawai PT Merial Esa, yakni Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta didakwa menyuap empat pejabat Bakamla sebesar 209.500 dollar Singapura, 78.500 dollar AS dan Rp 120 juta.
Suap tersebut diberikan terkait pengadaan monitoring satelit di Bakamla.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.