JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta tidak sependapat dengan salah satu permohonan terpidana Otto Cornelis Kaligis dalam pengajuan peninjauan kembali (PK).
Hakim menilai, undang-undang memperbolehkan jaksa hadir dan mengikuti sidang pengajuan PK.
"Majelis berketetapan untuk melanjutkan persidangan ini dengan kehadiran jaksa," ujar Ketua Majelis Hakim Jhon Halasan Butarbutar, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (6/3/2017).
Hakim mempertimbangkan aturan di dalam Pasal 265 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Dalam undang-undang tersebut, jaksa wajib menghadiri sidang permohonan PK.
Dengan demikian, menurut Jhon, jaksa wajib hadir dan menandatangani berita acara persidangan.
Selain itu, jaksa juga dapat mengajukan pendapat dalam persidangan.
"Perlu dipahami bahwa yang diminta untuk hadir adalah jaksa, bukan jaksa penuntut umum," kata Jhon.
Pada Senin pekan lalu, Kaligis meminta kepada majelis hakim agar jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak duduk di kursi termohon.
Menurut Kaligis, sebagai pemohon PK, ia adalah terpidana yang telah berkekuatan hukum tetap.
Dengan demikian, perkara hukum yang ia hadapi bukan lagi wewenang jaksa sebagai penuntut.
"Hukum acara itu patut dipenuhi. Kalau tidak, ada beberapa pendapat ahli menyatakan bahwa melanggar hukum acara formal dan materil itu kejahatan jabatan," ujar Kaligis kepada majelis hakim.
Kaligis mengaku memiliki dasar hukum terkait pendapatnya tersebut, yakni putusan Mahkamah Konstitusi No. 33/PUU-XIV/2016.
Dalam putusan itu, MK melarang jaksa penuntut umum mengajukan peninjauan kembali.
Menurut Kaligis, dalam putusan itu disebutkan bahwa proses panjang yang telah dilalui melalui penyidikan, penuntutan, putusan di peradilan tingkat pertama, banding dan kasasi dipandang telah memberikan kesempatan yang cukup bagi jaksa untuk membuktikan kesalahan terdakwa.
Dengan demikian, dipandang adil jika pemeriksaan PK hanya terbatas bagi terpidana.
Kaligis memaknai bahwa putusan itu tidak hanya melarang jaksa mengajukan PK, tetapi juga termasuk melarang jaksa terlibat dalam permohonan PK.
Sebelumnya, Mahkamah Agung memperberat hukuman bagi Kaligis dalam upaya hukum kasasi yang dimohonkan beberapa waktu lalu.
MA menambah hukuman OC Kaligis menjadi 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Kaligis didakwa menyuap majelis hakim dan panitera PTUN di Medan sebesar 27.000 dollar AS dan 5.000 dollar Singapura.
Uang tersebut didapat Kaligis dari istri Gubernur nonaktif Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho, Evy Susanti, yang ingin suaminya "aman" dari penyelidikan oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.
Evy memberikan uang sebesar 30.000 dollar AS kepada Kaligis untuk diserahkan kepada hakim dan panitera PTUN Medan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.