JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme (Lemasa) Timika mendatangi Komnas HAM, JUmat (3/3/2017), terkait perseteruan antara pemerintah dan PT Freeport Indonesia (PFI).
Lemasa meminta diikutsertakan dalam perundingan antara pemerintah dan Freeport.
"Saya pikir mari kita duduk, mediasi. Kami ingin dilibatkan. Kami pemilik gunung merasa harus terlihat dalam negosiasi kontrak," kata Ketua Lemasa Timika Odizeus Beanal, di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat.
Kisruh antara pemerintah dan PFI terjadi karena adanya Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 yang mengubah status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Selain itu, Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 tahun 2017 pasal 17 menyebutkan pemegang KK dapat menjual pengolahan tambang ke luar negeri dalam jumlah tertentu paling lama lima tahun.
Ada ketentuan perubahan kontrak karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dan membayar bea keluar.
Dengan status sebagai kontrak karya, kewajiban pajak yang dibayarkan PFI berjumlah tetap setiap tahun. Adapun dalam IUPK, dengan menggunakan sistem pajak prevailing, tarif pajak dapat berubah-ubah.
Dalam PP 1/2017, PFI diwajibkan melakukan divestasi saham sampai dengan 51 persen secara bertahap.
Menurut Odizeus, PP 1/2017 dapat membuat produksi berhenti. Akibatnya, ia menduga akan terjadi pemotongan Corporate Sosial Responsibility (CSR) hingga 60 persen.
"Dampaknya luas. Pelajar di banyak di Pulau Jawa akan dikirim pulang," ujar Odizeus.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.