JAKARTA, KOMPAS.com - Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Dana Partai Politik dari Pemerintah atau Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, dinilai menjadi suatu kebutuhan.
Hal itu untuk mengantisipasi kerugian negara akibat pengelolaan dana parpol yang tidak tepat.
"Soal memperbaiki bantuan atau keuangan untuk parpol itu, menurut saya sudah menjadi kebutuhan. Sekarang kami menunggu itu direspons dalam revisi Undang Undang Parpol," ujar ahli hukum tata negara Saldi Isra saat ditemui di Gedung KPK Jakarta, Kamis (2/3/2017).
Saldi mendukung usulan agar pemerintah menanggung 50 persen kebutuhan dana partai politik, yang mengacu pada besaran dana pada 2016. Usulan itu juga pernah diutarakan KPK dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),
Dana sebesar 50 persen kebutuhan parpol, berlaku untuk kepengurusan pusat hingga kota dan kabupaten.
Meski demikian, menurut Saldi, keseriusan menentukan pembiayaan partai politik itu harus segera ditindaklanjuti dengan revisi undang-undang.
"Mengapa harus merevisi UU Parpol, agar ini memiliki aturan hukum yang kuat, jadi legal basisnya itu kuat," kata Saldi.
Selain itu, menurut Saldi, revisi UU Parpol juga diperlukan untuk mendorong pertanggungjawaban yang pasti dari partai politik. Parpol harus memastikan dana dalam jumlah signifikan yang diberikan pemerintah, dikelola dengan baik.
Menurut Saldi, perlu dipikirkan untuk memperlengkapi undang-undang dengan pemberian sanksi bagi partai politik, apabila pengelolaan dana dilakukan secara tidak benar.
"Yang paling penting juga harus ada ancaman sanksi, kalau pengelolaannya menyalahi prinsip-prinsip keuangan negara," kata Saldi.