Tak hanya melalui Twitter. WikiDPR juga memiliki situs wikidpr.org. Situs ini menyajikan hasil rapat yang lebih lengkap daripada yang diunggah di Twitter.
Publik juga bisa melihat perkembangan pembahasan rancangan undang-undang di DPR dan daftar nama serta rekam jejak anggota DPR.
Dengan sekali klik, masyarakat bisa mencari anggota DPR berdasarkan daerah pemilihannya. Laman berikutnya akan memunculkan informasi detail mengenai wakil rakyat yang diinginkan.
Tak hanya biodata seperti keanggotaan partai, tugas alat kelengkapan, latar belakang pendidikan, dan profesi, tetapi juga sikap politik dan kutipan pernyataan anggota bersangkutan dalam berbagai isu dan topik.
Tidak dibayar
Karena namanya sukarelawan, mereka bekerja sukarela. Tak ada bayaran sepeser pun. Meski demikian, hal itu tidak menyurutkan semangat mereka. Relawan yang mayoritas mahasiswa di sejumlah universitas di Jakarta itu justru tetap militan.
Saat rapat Komisi II DPR dengan Komisi Pemilihan Umum dan Kementerian Dalam Negeri, Agustus hingga September 2016, Kompas melihat mereka betah mengikuti rapat-rapat maraton hingga dini hari.
Tak sebatas itu, mereka juga rajin meminta dokumen yang sedang dibahas atau sudah disahkan di DPR serta absensi anggota DPR ke sekretariat DPR saat Rapat Paripurna DPR.
Ketika rapat paripurna berlangsung, mereka melaporkan materi rapat sekaligus mengabsen satu per satu anggota DPR yang hadir. Hasil hitungannya berbeda dengan formulir absen Sekretariat Jenderal DPR. Wajar saja, budaya titip-menitip absen anggota DPR belum juga pupus.
Militansi relawan ini digerakkan oleh keinginan mengawal kerja parlemen. Dengan menyampaikan kerja DPR melalui dunia maya, publik pun terbantu. Mereka bisa mengikuti jejak anggota DPR dari "dekat" menggunakan dunia maya.
"Ada kepuasan tersendiri. Jadi, setiap pemilu, calon pemilih tidak lagi asal pilih. Mereka bisa mengetahui kerja dan sikap politik wakil mereka dan menjadikannya sebagai bahan pertimbangan apakah akan memilih mereka lagi atau tidak," ujar Adrian, yang menjadi relawan di WikiDPR sejak Desember 2016.
Dorongan mendirikan WikiDPR bermula dari kegelisahan Hayati Indah Putri, sebagai pemilih saat Pemilu 2014, untuk mencari rekam jejak para calon anggota legislatif. Khususnya, para petahana yang kembali mencalonkan diri untuk periode berikutnya.
Bersama Adi Mulia Pradana, sesama relawan di gerakan Kawal Pemilu, mereka berinisiatif mengembangkan situs yang khusus mendalami dan memublikasikan seluruh informasi seputar aktivitas parlemen dan anggotanya.
Dengan modal seadanya, Indah dan Adi pun mulai merekrut relawan lain. Tanpa iming-iming bayaran. Sejak awal perekrutan, Indah menegaskan bahwa WikiDPR adalah gerakan sukarela untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kinerja wakilnya.
"Teman-teman 'dibayar' dengan makan siang, makan malam, dan camilan. Semangat mereka tetap tinggi meski tak dibayar," kata Indah.