Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Pers Nasional Perlu Dikaji Ulang

Kompas.com - 17/02/2017, 20:39 WIB

JAKARTA, KOMPAS — Peringatan Hari Pers Nasional setiap tanggal 9 Februari selama bertahun-tahun memunculkan pro dan kontra. Tidak semua komunitas pers setuju dengan tanggal penetapan itu. Kini, ruang untuk mengkaji ulang HPN mulai terbuka.

Wacana untuk merumuskan ulang Hari Pers Nasional (HPN) mulai muncul dalam seminar "Mengkaji Ulang Hari Pers Nasional" di Hall Dewan Pers, Jakarta, Kamis (16/2), yang digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia. Seminar ini menghadirkan tiga pembicara, yaitu sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Asvi Warman Adam; tokoh pers Atmakusumah; dan peneliti sejarah pers, Muhidin M Dahlan.

HPN dikukuhkan dalam Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1985. Pemilihan tanggal peringatan HPN, antara lain, didasarkan pada pertimbangan bahwa 9 Februari 1946 merupakan tanggal terbentuknya organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Pada masa Orde Baru, PWI adalah satu-satunya organisasi pers.

"HPN terus-menerus diperdebatkan karena tidak semua komunitas pers setuju dengan penetapan HPN selama ini. Kita tidak bisa selamanya berdebat, tetapi harus mendiskusikan bersama. Jangan sampai kita terjebak pada pro dan kontra semata. Semoga ke depan hari pers bisa menjadi milik bersama," kata Ketua Umum AJI Suwarjono.

Menurut Atmakusumah, perdebatan tentang HPN yang sudah berjalan 30 tahun mesti dirundingkan bersama. Organisasi-organisasi pers perlu duduk bersama merumuskannya.

"Yang terpenting, HPN ditetapkan sebagai momen perjuangan kebebasan pers dan kebebasan ekspresi menuju pemerintahan demokratis. Perumusan ulang HPN mesti didukung panitia yang mewakili semua organisasi pers," katanya.

Selain tanggal yang mesti ditetapkan, proses pelaksanaannya juga harus memperhatikan semangat kebersamaan. "Peringatan HPN idealnya dibiayai perusahaan-perusahaan pers, tidak menggunakan uang APBN," ujarnya.

Tonggak sejarah pers

Penentuan HPN, menurut Muhidin, bukan sekadar mencari hari, melainkan juga tonggak sejarah pers nasional dan sejarah Indonesia. Muhidin mengusulkan tanggal kematian tokoh pers nasional Tirto Adhi Soerjo, 7 Desember, sebagai HPN.

"Menggusur 9 Februari dari HPN mungkin susah sekali. Tapi, mengambil 7 Desember (hari kematian Tirto) bisa menjadi evaluasi dengan menetapkannya sebagai Hari Jurnalis Indonesia," ucapnya.

(Baca: Anomali-anomali di Seputar Hari Pers Nasional 2017)

Salah satu warisan legendaris Tirto adalah surat kabar Medan Prijaji. Di tangannya, pers menjadi wahana untuk melatih rakyat jelata membela hak-haknya di hadapan penguasa. Dia menerbitkan Suluh Keadilan karena pers ke depan pasti akan berhubungan dengan pasal-pasal. Putri Hindia sebagai tonggak pers perempuan bahkan melatih sendiri wartawan-wartawannya.

Asvi mengusulkan wacana penggabungan waktu berdirinya Medan Prijaji (Januari 1907) dengan HPN menjadi bulan pers nasional. "Seperti bulan Soekarno setiap Juni, misalnya, bisa digelar pula bulan pers nasional dari Januari dan memuncak pada 9 Februari agar semuanya kena," katanya.

Ketua PWI Margiono sepakat agar HPN tidak terjebak debat kusir semata. "Hari pers harus memberi makna yang besar bagi koreksi pers nasional," katanya.

Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo mengakui adanya masalah sejarah di balik penetapan HPN. "Kalau memang rekan-rekan wartawan punya ide penetapan ulang HPN, sebaiknya tidak membekukan ide itu di internal organisasi, tetapi digelar diskusi," ujarnya. (ABK)

 

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 17 Februari 2017, di halaman 12 dengan judul "Hari Pers Nasional Perlu Dikaji Ulang".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com