JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI Bachtiar Nasir, Kapitra Ampera, menjelaskan hubungan kliennya dengan Islahudin Akbar.
Islahudin merupakan pegawai bank swasta yang ditetapkan sebagai tersangka pada kasus pengalihan kekayaan Yayasan Keadilan Untuk Semua.
Hal ini disampaikan Kapitra meluruskan pernyataan yang disampaikan oleh dia sebelumnya.
"Ustaz Bachtiar kenal, karena itu muridnya, ya suka ngaji sama Ustaz. Dia juga karyawan bank, manajer bank," kata Kapitra di kantor Bareskrim yang bertempat di gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta Pusat, Kamis (16/2/2017).
Dalam kasus tersebut, Islahudin disebut polisi menarik uang sebesar Rp 600 juta dari rekening Yayasan KUS atas perintah seseorang.
Meskipun belum diketahui penggunaannya untuk apa, namun polisi menilai proses penarikannya diduga tidak sesuai mekanisme yang ada. Namun, menurut Kapitra, hal itu bisa saja dilakukan.
"Bank juga punya kebijakan sendiri dalam melayani nasabah prima prioritas. Itu biasa kalau perbankan," kata dia.
Sebelumnya, Kapitra membantah bahwa Bahtiar mengenal Islahudin. Hal itu disampaikan Kapitra ketika tiba di kantor Bareskrim pukul 10.13 WIB.
Lebih jauh, menurut Kapitra, kliennya itu tidak ada kaitannya dengan kasus yang menjerat Islahudin.
"Oh engga ada itu, orang dia (Islahudin) orang bank," kata dia.
(Baca: Pengacara Bantah Bachtiar Nasir Kenal Islahudin)
Menurut Kapitra, yang dilakukan Islahudin merupakan kelalaian pribadinya sebagai pegawai bank.
"Ini melalaikan, kelalaian itu personal, personal betul sifatnya tidak melibatkan orang lain," kata Kapitra.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Pol Martinus Sitompul beberapa waktu lalu mengatakan, Islahudin dikenakan pasal berlapis atas dugaan kasus pengalihan kekayaan Yayasan Keadilan Untuk Semua.
Yayasan ini menampung donasi untuk aksi damai 4 November dan 2 Desember 2016.
"Penggunaan uang yang seharusnya dilakukan untuk satu keperluan, kemudian di sini ada dugaan membantu mengalihkan atau menguasai kekayaan yayasan," ujar Martinus
Karena itulah, Islahudin diduga melanggar Pasal 70 jo Pasal 5 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Ia juga dijerat Pasal 372 dan atau Pasal 378 KUHP terkait penipuan dan penggelapan uang yayasan.
Ia juga diduga melanggar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
"Juga patut diduga melanggar Pasal 55 KUHP dalam kaitan turut membantu. Ini yang jadi dasar penyidik untuk menetapkan IA sebagai tersangka," kata Martinus.
Penetapan Islahudin sebagai tersangka dianggap sebagai langkah awal untuk mengungkap fakta dan menjerat tersangka lainnya. Terlebih lagi, dalam penyidikan ditemukan dugaan pencucian uang atas dana di rekening tersebut.
Namun, dalam kasus pencucian uang, polisi belum menetapkan adanya tersangka.
"Ia telah melanggar pasal yang disampaikan sebelumnya yang kemudian berproses pada TPPU," kata Martinus.
(Baca juga: Tersangka Pengalihan Kekayaan Yayasan KUS Dijerat Pasal Berlapis)
Dalam kasus ini, polisi telah memeriksa Bachtiar Nasir sebagai saksi. Diketahui, Bachtiar Nasir merupakan penanggung jawab aksi damai pada 4 November 2016 dan 2 Desember 2016.
Di sela pemeriksaannya, Bachtiar mengatakan bahwa ada dana Rp 3 miliar yang dikelola untuk aksi bela Islam pada 4 November dan 2 Desember 2016.
(Baca juga: GNPF Kelola Dana Rp 3 Miliar di Rekening Yayasan untuk Aksi Bela Islam)
Dana tersebut berasal dari donasi masyarakat yang ditampung di rekening yayasan Keadilan Untuk Semua. Donasi dialokasikan untuk konsumsi, peserta unjuk rasa, hingga korban luka-luka saat aksi 411.
Bachtiar mengatakan, mereka juga menggunakannya untuk biaya publikasi seperti pemasangan baliho, spanduk, dan sumbangan lainnya. Ada pula sumbangan untuk korban bencana Aceh sebesar 500 juta dan di Sumbawa sebesar Rp 200 juta.
Namun, Bachtiar membantah ada aliran uang dari rekening yayasan ke pihak lain yang tak sesuai peruntukannya.